JAKARTA – Insiden yang mengakibatkan kematian anggota Densus 88 Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage, atau yang akrab dipanggil Bripda IDF (20), ditindaklanjuti kepolisian. Kejadian ini saat ini sedang dalam penyelidikan oleh Polres Bogor, sementara pelanggaran etik yang terkait ditangani oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri. Meski demikian, keluarga dari Bripda Ignatius menduga bahwa kematian anak mereka bukanlah akibat kelalaian, melainkan pembunuhan berencana.
Kuasa hukum keluarga Bripda Ignatius, Jajang, menyatakan bahwa mereka menduga kasus ini dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP. Menurut Jajang, kecurigaan ini muncul karena kejadian tersebut tiba-tiba terjadi, bukan disebabkan oleh kelalaian. Bripda Ignatius dan dua rekannya yang menjadi tersangka juga merupakan anggota Densus 88 yang memiliki keahlian khusus dan sudah terlatih dalam menggunakan senjata api.
Oleh karena itu, pihak keluarga merasa bahwa penjelasan penyidik yang disampaikan dalam konferensi pers pada hari Jumat tanggal 28 Juli, bahwa kematian Bripda Ignatius disebabkan oleh kelalaian rekannya yang membawa senjata api rakitan ilegal, tidak memuaskan.
Baca Juga:PKB Kuningan Sukses Rayakan Harlah Ke 25 dengan Kegiatan SosialMenggabungkan Keajaiban Daun Mengkudu dan Khasiat Minyak Zaitun untuk Merawat Kulit dan Membuatnya Awet Muda
Dalam konferensi pers tersebut, penyidik menyampaikan bahwa tersangka awalnya memperlihatkan senjata api rakitan ilegal kepada dua saksi lain yang berada di kamar, namun senjata tersebut tidak meletus karena magasin tidak terpasang. Senjata api tersebut kemudian disimpan di dalam tas bersama dengan magasin.
Ketika Bripda Ignatius tiba di tempat kejadian perkara, senjata api sudah terisi magasin dan akhirnya terjadi penembakan yang mengakibatkan kematiannya. Dari keterangan ini, keluarga Bripda Ignatius mulai curiga bahwa kejadian ini telah direncanakan sebagai pembunuhan.
Keluarga Bripda Ignatius Ingin Lapor ke Markas Besar Polri
Jajang menanyakan bagaimana mungkin anggota Densus 88 dapat melakukan kesalahan sedemikian rupa. Sebagai anggota yang terlatih, keluarga tidak dapat menerima klaim bahwa ini hanya kelalaian yang kecil. Oleh karena itu, mereka menduga bahwa kematian Bripda Ignatius direncanakan dengan matang.