CIREBON, RADARCIREBON.ID- Sejak zaman penjajahan Belanda, Sungai Sukalila, Kota Cirebon, mempunyai peranan penting dalam perdagangan dan bisnis.k
Sejak dulu puka sudah banyak toko yang berada di sepanjang Jalan Kalibaru dan Sukalila.
Ternyata, ini tak lepas dari keberadaan makam Tumenggung Arya Wiracula atau Tan Sam Tjay, tokoh terkemuka masyarakat Tionghoa di Cirebon.
Baca Juga:Kapolri Mutasi 212 Pati dan Pamen Polri, Ada dari Jawa BaratViral, Istana Jelaskan soal Video Ban Mobil Presiden Bocor di Jawa Tengah
Pada zaman itu, usaha-usaha yang digeluti oleh masyarakat Tionghoa di Cirebon berkembang cukup pesat.
Banyak pengusaha yang mendulang sukses dengan usahanya masing-masing.
Pemerhati Budaya Tionghoa, Jeremy Huang, menjelaskan soal ini.
Ia mengatakan di masa penjajahan Belanda dan Jepang, warga Tionghoa di Cirebon umumnya menggeluti bisnis seperti berjualan gula merah, gula pasir, palawija, hasil bumi, tembakau, hotel, emas, dan meubel.
“Di Kalibaru juga ada Toko Waring yang jual bahan pakaian. Sementara di Sukalila ada Oey Liang Kie membuka usaha bengkel croom perbengkelan,” katanya, Minggu 11 Februari 2024.
“Ada juga agen minyak di Kalibaru Selatan, yaitu Lie In Gwan yang merupakan ayah dari Brigjen Daniel Sofjan,” ucap Jeremy Huang saat berbincang dengan Radar Cirebon.
Jeremy melanjutkan, pada tahun 1920 sampai 1970-an, di kawasan Kalibaru dan Sukalila banyak toko yang berjejer di sepanjang jalan.
Keberadaan makam Tan Sam Tjay membuat kawasan tersebut cukup ramai. Di mana banyak warga keturunan Tionghoa yang berziarah ke makam Tan Sam Tjay, tidak saja saat perayaan Ceng Beng.
Menurut Jeremy, sekitar tahun 1950 sampai 1970-an juga terdapat seorang ahli ramal yang berada di depan makam Tan Sam Tjay.
Baca Juga:Pemkab Cirebon akan Tata PKL Alun-alun PataraksaBeli Motor Listrik di Cirebon Hanya Rp7 Juta, Ini Alamatnya
Banyak warga yang mendatangi peramal tersebut untuk menerawang nasibnya. Hal itu menjadikan kawasan Kalibaru dan Sukalila ramai dikunjungi para pendatang.
“Prinsip pengusaha Tionghoa itu jangan sampai kulit terkena sinar matahari. Artinya, pergi ke toko sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam. Itulah yang membuat mereka dikenal ulet,” ungkap Jeremy.
Masih menurut Jeremy, ada satu hal yang perlu dicontoh dari para pengusaha tersebut. Meskipun kondisi saat itu tengah dilanda banyak cobaan, namun para pebisnis itu tetap bertahan cukup lama.