Diantara mereka fasih berbahasa Jawa, meski ternyata ada juga yang berasal dari Jawa Barat hingga Kabupaten Kuningan yang sehari-harinya menggunakan Bahasa Sunda.
Akhir abad 19, pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan pengiriman buruh ke Suriname (disebut juga Guyana Belanda), salah satu wilayah koloni mereka di Amerika Selatan yang berbatasan dengan Guyana Perancis dan Guyana.
Kebijakan tersebut dikeluarkan karena kontrak para buruh dari asal Afrika telah habis. Mereka dibebaskan pada 1863 sebagai komitmennya untuk menghapuskan perbudakan.
Imbasnya, perekonomian Suriname menurun karena tidak ada yang menggarap perkebunan.
Baca Juga:3 Bulan Mengarungi Lautan, Kisah Warga Kuningan Dikirim ke Belanda Lalu ke SurinameCaleg Gagal Dapil SMS Jadi Dalang Pembunuhan Berencana, Cuma Dapat 226 Suara
Di Hindia-Belanda, pemerintah kolonial menerapkan sistem cultuurstelsel atau yang biasa dikenal dengan tanam paksa. Perlawanan rakyat di berbagai daerah menyebabkan Belanda harus menambah masukan.
Van Den Bosch memulainya di tahun 1930. Sudah bisa ditebak, sejak kebijakan itu diterapkan, neraca saldo dalam negeri di Hindia-Belanda relatif stabil.
Setelah itu, kata sejarawan M.E. Ricklefs hutang VOC bisa segera dilunasi.
Penulis buku “The History of Modern Indonesia” itu menambahkan, bahkan dana-dana itu juga bisa digunakan untuk membayar ganti rugi pada tuan-tuan yang budaknya dibebaskan di Suriname.