MAJALENGKA, RADARCIREBON.ID – Penjabat (Pj) Bupati Majalengka, H Dedi Supandi menyatakan bahwa ada 10 PR terkait pelayanan publik yang harus menjadi fokus Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka.
Poin pertama adalah digitalisasi yang belum merata secara menyeluruh di setiap instansi daerah.
“Meskipun sudah ada digitalisasi, masih belum terintegrasi dengan baik antara instansi daerah. Ini merupakan PR bagi kita,” ujar Dedi.
Baca Juga:Semarak Grebeg Cirebon Katon Berlangsung Hingga Minggu 19 Mei 2024, Ada Hiburan Apa Saja?37 Orang Perebutkan 6 Kursi Panwascam Kota Cirebon, Bekerja Mulai 25 Mei
PR yang kedua adalah bahwa pelayanan publik ini masih belum mutakhir sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Masih ditemukan data-data yang sudah usang dan belum diperbarui.
“Dalam konsep layanan publik, jika data yang digunakan baik, maka kebijakan yang dihasilkan juga akan baik,” jelasnya.
Ketiga, Dedi Supandi menyatakan bahwa belum ada Mall Pelayanan Publik.
Oleh karena itu, dalam masa jabatannya selama satu tahun sebagai Pj Bupati, ia akan mendorong pembangunan Mall Pelayanan Publik.
“Saya bahkan meminta arahan kepada Pak Sekda Provinsi (Jabar), kita akan menunggu anggaran pemerintah. Jika memungkinkan, kami akan berkolaborasi agar Mall Pelayanan Publik segera dibangun,” ucapnya.
Dedi Supandi melanjutkan, saat ini belum semua instansi di Pemkab Majalengka memiliki standar pelayanan yang sesuai dengan ketentuan.
Sebagai contoh, terdapat kendala terkait pelimpahan kewenangan yang belum dilakukan dari bupati kepada camat.
Baca Juga:Pasca Kelulusan Sekolah, Pemohon Kartu Kuning Meningkat Tajam Raperda Bantuan Hukum Orang Miskin, Apakah Diperlukan? Berikut Tanggapan Anggota DPRD
“Pada tahun ini, sebelum Agustus, saya meminta untuk segera menyelesaikan masalah pelimpahan kewenangan. Sehingga dalam anggaran perubahan, pelimpahan kewenangan kepada camat dapat disentralisasi,” katanya.
PR kelima menurutnya, belum semua instansi daerah memiliki SOP yang sesuai dengan ketentuan yang memudahkan masyarakat.
Keenam, survei kepuasan masyarakat masih dilakukan secara manual.
“Kita sudah beralih ke sistem baru, tapi masih belum sebagus di Jawa Barat. Bayangkan, di Jawa Barat survei dilakukan melalui aplikasi Sapawarga. Bagaimana masyarakat bisa menggunakan handphone untuk mengisi survei kepuasan?” tanyanya.
Ketujuh, adalah kesadaran untuk mengakses SP4N LAPOR masih rendah. Bahkan, lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat yang melaporkan melalui akun Instagram pribadi mereka.
Kedelapan, pelaksanaan forum konsultasi publik masih kurang. “Kami membuka konsep ‘1 instansi, 1 inovasi’,” tambahnya.