Melalui cerita mereka, audiens/pembaca diajak untuk memahami perjuangan yang dilakukan dari hal-hal terkecil dan terdekat, serta pentingnya kesadaran penuh sebagai manusia dalam setiap tindakan agar mereka mendapat kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang serta memperoleh hak haknya.
Para audiens juga di berikan kesempatan untuk berdiskusi, memberikan opini tentang perlawanan yang ada di sekitar kita, termasuk kampus lalu mengajukan pertanyaan kepada penulis dan pembedah. Diskusi berjalan interaktif dengan berbagai pertanyaan yang menggali lebih dalam tentang proses kreatif penulisan dan pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui novel ini.
Rakan Syafiq sebagai salah satu audiens, menganggap bahwa pemerintah Indonesia belum juga melaksanakan perintah pada pembukaan UUD 1945 untuk memenuhi hak hak warganya sebagaimana amanat konstitusi, bahwa negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan cara akses ke pendidikan yang murah dan terjangkau.
Baca Juga:Kenapa liverpool Memilih Arne Slot Untuk Jadi Pelatih Mereka Ini AlasanyaJangan Ragu Untuk Hidup Sehat !! Begini Cara Menurunkan Darah Tinggi Dalam 5 Menit Dengan Efektif
Lalu acara di tutup oleh moderator, Vivit Rismawati, yang menyampaikan ringkasan dari diskusi dan menyatakan harapannya agar pembaca dapat mengambil inspirasi dari perjuangan Riana dan Joni dalam novel “Sepasang Juang”. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang hadir dan berpartisipasi.Moh. Rizki Nur Ripai.
Kesimpulan Kegiatan ini adalah :
Diskusi dan bedah buku dengan tema “Manifesto Perlawanan dalam Novel” ini berhasil memberikan wawasan dan pemahaman baru kepada para peserta mengenai peran penting sastra dalam menyuarakan perlawanan terhadap ketidakadilan. Melalui pembahasan karya-karya sastra besar, acara ini mengingatkan kita akan kekuatan kata-kata dalam mempengaruhi perubahan sosial dan politik. Semoga diskusi semacam ini terus berlanjut dan semakin banyak orang yang terinspirasi oleh nilai-nilai perjuangan dalam sastra.