RADARCIREBON.ID – Ramai pro dan kontra terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja atau usia sekolah yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan atau Kemenkes.
Banyak asumsi spekulasi dimasyarakat yang menganggap penyediaan alat kontrasepsi disediakan di sekolah-sekolah.
Namun, Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa penyediaan alat kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja bukan ditujukan di sekolah.
Baca Juga:PM Bangladesh Kabur, AS: Minta Masyarakat Menahan Diri, Mendukung Pembentukan Pemerintahan SementaraCukup KTP dan KK, BLT Kemiskinan Ekstrem Cair Agustus, Total Rp3,6 Juta Diterima KPM
Hal ini menanggapi kehebohan di masyarakat terkait Pasal 103 ayat (4) yang menyatakan bahwa salah satu pelayanan kesehatan reproduksi pada usia sekolah dan remaja adalah penyediaan alat kontrasepsi, tepatnya di huruf 3.
Masyarakat pun perspekulasi bahwa anak usia sekolah dan remaja bisa mendapatkan akses alat kontrasepsi, termasuk di sekolah.
“Tidak (di sekolah). Penyediaan posyandu atau puskesmas untuk pasangan usia sekolah. Jadi bukan remaja tanpa pasangan,” tegas Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid ketika dikonfirmasi Disway, 6 Agustus 2024.
Dengan begitu, ia menegaskan bahwa aturan ini tidak melegalkan seks bebas di kalangan remaja yang dikhawatirkan oleh masyarakat.
“Pemberian alat kontrasepsi pada remaja ditujukan kepada remaja yang sudah menikah, tapi menunda kehamilan sampai siap secara fisik dan psikis,” katanya.
Sebaliknya, pendidikan kesehatan seksual menjadi tanggung jawab bersama, baik oleh sekolah maupun orang tua agar anak tidak melakukan perilaku seks berisiko.
“Jadi tidak ada itu seks bebas. Bahkan dalam kesehatan reproduksi remaja mengajarkan untuk bisa menolak hubungan seksual, dan ini ada di ayat (3) pada pasal (103 PP Nomor 28 Tahun 2024) tersebut” tuturnya.
Baca Juga:BREAKING NEWS! Ponpes Lirboyo Kebakaran, Santri Berhamburan Keluar Menyelamatkan DiriRangking Timnas Indonesia Bisa Melesat ke Posisi 122 Dunia, Jika…
Ia juga mengatakan bahwa Pasal 103 ini tidak terpisahkan mulai dari ayat 1-5 dan merupakan suatu program yang komprehensif.
“Pendekatan program adalah berdasarkan siklus kehidupan karena kesehatan reproduksi tiap siklus kebutuhan berbeda,” terangnya.
Menurutnya, aturan ini dibutuhkan karena masih banyak perkawinan anak/usia remaja yang dihadapi di masyarakat.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pihaknya tengah menyusun aturan teknis berupa peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) terkait hal ini, termasuk mekanisme dan pembinaan serta monitoring dan sanksi.
Dengan begitu, diharapkan aturan ini tidak multitafsir di kalangan masyarakat.