RADARCIREBON.ID – Meskipun pernikahan ini dianggap sah secara agama, ada banyak kerugian nikah siri bagi wanita yang harus diwaspadai.
Nikah siri, yang dilakukan tanpa pencatatan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA), masih banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat.
Tanpa adanya pencatatan resmi, wanita sering kali kehilangan hak-hak hukum yang penting dalam pernikahan.
Baca Juga:Menarik dan Mendidik, Inilah Destinasi Wisata Edukasi Anak di CirebonHati-hati! Ini Dia Efek Samping Shampo Kuda Yang Perlu Diketahui!
Pada awalnya, banyak yang menganggap nikah siri sebagai solusi cepat, terutama karena alasan praktis atau tradisi tertentu.
Tidak hanya dari segi hukum, kerugian nikah siri bagi wanita juga mencakup dampak sosial dalam pernikahan siri sering kali menghadapi stigma sosial.
Mereka mungkin dianggap sebagai istri yang tidak sah di mata masyarakat, yang bisa menyebabkan tekanan sosial dan psikologis.
Berikut adalah beberapa kerugian nikah siri bagi wanita di antaranya:
1. Tidak diakui secara hukum
Pernikahan siri tidak mendapatkan pengakuan resmi dari negara karena tidak tercatat di kantor pemerintah yang berwenang, yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) atau lembaga pencatatan nikah resmi.
Sebagai hasilnya, pasangan yang menikah siri tidak menerima dokumen hukum yang sah, seperti buku nikah, yang diperlukan untuk berbagai keperluan administratif dan hukum.
Dokumen seperti buku nikah memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam proses hukum.
Tanpa dokumen ini, wanita tidak bisa membuktikan status pernikahannya secara resmi, yang berdampak pada berbagai aspek hukum.
Baca Juga:Wajib Coba! Resto Empal Gentong Di Cirebon Bikin Nagih Gigitan Pertama, LegendarisKuliner Khas, Tempat Makan Kupat Tahu di Kuningan Legendaris!
Tanpa buku nikah, wanita tidak dapat menuntut hak-haknya dalam hal pembagian harta, nafkah, atau hak waris jika terjadi perceraian atau kematian pasangan.
Buku nikah adalah bukti sah yang diperlukan untuk mengklaim hak-hak ini di pengadilan.
Anak yang lahir dari pernikahan siri hanya diakui secara hukum sebagai anak dari ibunya, tanpa adanya pengakuan hukum dari ayahnya.
Hal ini menyulitkan anak untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya diterima dari pihak ayah, termasuk hak waris dan hak atas nafkah.
Banyak proses administratif, seperti pendaftaran BPJS, pembuatan paspor, atau pengajuan kredit, memerlukan bukti pernikahan yang sah.
Tanpa buku nikah, wanita dan keluarganya mungkin menghadapi kesulitan dalam mengurus dokumen-dokumen ini.