Dengan tidak adanya pencatatan resmi dan dokumen sah, wanita yang menikah siri berada dalam posisi yang kurang terlindungi secara hukum dan administratif, sehingga berisiko menghadapi berbagai masalah jika terjadi perselisihan atau situasi darurat.
2. Kesulitan hak waris
Wanita yang menikah secara siri menghadapi tantangan besar terkait hak waris, terutama jika suami meninggal dunia.
Karena pernikahan siri tidak tercatat secara resmi di kantor pemerintah, wanita tidak memiliki dokumen hukum yang sah seperti buku nikah.
Baca Juga:Menarik dan Mendidik, Inilah Destinasi Wisata Edukasi Anak di CirebonHati-hati! Ini Dia Efek Samping Shampo Kuda Yang Perlu Diketahui!
Dokumen ini biasanya diperlukan untuk membuktikan status pernikahan dalam hal hak waris.
Tanpa dokumen resmi, wanita mungkin kesulitan membuktikan hubungan hukum mereka dengan almarhum suami di hadapan pengadilan atau lembaga administrasi.
Negara tidak mengakui pernikahan siri sebagai pernikahan yang sah secara hukum.
Akibatnya, wanita yang menikah siri mungkin tidak diakui sebagai istri sah secara hukum.
Dalam sistem hukum Indonesia, hak waris biasanya diberikan kepada istri sah yang tercatat secara resmi.
Tanpa pengakuan hukum ini, wanita yang menikah siri bisa kehilangan hak atas harta warisan suami mereka.
Anak-anak dari pernikahan siri juga bisa menghadapi kesulitan dalam mengklaim hak waris dari ayah mereka.
Baca Juga:Wajib Coba! Resto Empal Gentong Di Cirebon Bikin Nagih Gigitan Pertama, LegendarisKuliner Khas, Tempat Makan Kupat Tahu di Kuningan Legendaris!
Tanpa adanya pengakuan resmi atas status pernikahan, hak-hak anak terhadap harta warisan ayahnya juga dapat terancam.
3. Tidak mendapatkan perlindungan hukum
Wanita yang menikah siri sering kali menghadapi masalah serius terkait perlindungan hukum karena pernikahan mereka tidak diakui secara resmi oleh negara.
Tanpa adanya pencatatan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA), pernikahan siri tidak memiliki status hukum yang sah.
Akibatnya, wanita yang menikah siri tidak dapat mengajukan gugatan cerai atau menuntut nafkah di pengadilan agama.
Ketika pernikahan tidak diakui secara hukum, wanita tidak memiliki akses terhadap mekanisme hukum yang tersedia untuk pasangan yang menikah secara sah.
Jika terjadi perselisihan atau perceraian, wanita tidak dapat menggunakan pengadilan untuk menuntut hak-haknya, seperti nafkah atau pembagian harta bersama.
Selain itu, dalam kasus kekerasan rumah tangga atau perselisihan lainnya, wanita yang menikah siri tidak dapat mendapatkan perlindungan hukum atau dukungan yang seharusnya diberikan kepada pasangan sah.