RADARCIREBON.ID – Lagi Viralnya desas-desus tentang pembatasan usia untuk pencari kerja jadi 22 tahun maksimal, yang tadinya 25 tahun ini membuat para pencari kerja menambah kebingungan tentang nasib mereka kedepan, apalagi yang sudah menikah dan punya anak itu akan menjadi pikiran untuk kedepanya.
Dalam beberapa bulan terakhir, pembicaraan mengenai batasan usia kerja di negara kita, khususnya penetapan usia 22 tahun sebagai batas minimum, telah menjadi topik hangat di berbagai media sosial dan forum diskusi. Kebijakan ini mencerminkan perubahan paradigma dalam dunia ketenagakerjaan, yang tidak hanya berdampak pada tenaga kerja muda, tetapi juga pada struktur ekonomi dan sosial masyarakat secara keseluruhan.
banyak orang mempertanyakan bagaimana logika cara berpikir di balik syarat tersebut, terutama karena mayoritas lulusan S1 di Indonesia biasanya baru menyelesaikan pendidikan di usia sekitar 22-23 tahun, tergantung pada program studi dan universitasnya.
Baca Juga:Bagaimana Cara Menemukan Kucing Yang Tiba-tiba Hilang Dan Bagaimana Cara Membuatnya KembaliKenapa One Piece Memutuskan Untuk Episodenya Hiatus Untuk Tahun Ini Dan Kembali Ke Tahun Depan 2025
putusan dari Persyaratan batas usia maksimal 22 tahun dalam lowongan pekerjaan di Indonesia telah memicu perdebatan publik. Perusahaan mencantumkan usia maksimal tersebut sebagai syarat utama bagi pelamar kerja, yang menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk aktivis hak tenaga kerja dan pencari kerja yang lebih senior.
di lain pihak Hal yang di perbincangkan ini di sampaikan pada putusannya yang melampirkan, bahwa menentukan syarat batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan bukanlah tindakan diskriminatif. Merespon kejadian tersebut, banyak masyarakat yang bertanya-tanya hingga melemparkan komentar terhadap putusan ini. Mereka juga berpendapat bahwa batasan usia tidaklah menjadi halangan bagi seseorang untuk melamar dan mendapatkan sebuah pekerjaan.
kegiatan Aktivis ketenagakerjaan menganggap bahwa batasan usia yang terlalu rendah dapat berdampak diskriminatif. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat mempersempit kesempatan bagi mereka yang mungkin memiliki keterlambatan dalam menyelesaikan pendidikan karena alasan ekonomi, keluarga, atau faktor lain.
Hal ini dianggap dapat memperdalam ketimpangan di pasar tenaga kerja, karena memberikan keuntungan kepada kelompok pelamar yang memiliki akses lebih baik terhadap pendidikan dan pelatihan sejak usia muda.
Latar Belakang Kebijakan