Dosen Luarbiasa Budaya dan Seni Politeknik Pariwisata Prima Internasional Cirebon itu bilang, literasi sejarah harus dipertegas.
Sebagai dasar pengetahuan ketika dikembangkan menjadi destinasi wisata. Misalnya, nama-nama bupati/walikota di Wilayah III Cirebon dari masa ke masa perlu dikoreksi. Karena banyak ketidakcocokan dengan data-data terbaru yang ditemukan.
“Kemarin ada pembacaan hari jadi, nama-nama bupati tidak sesuai dengan yang ada di Arsip Nasional. Perlu diverifikasi dengan data-data arsip, yang saat ini lebih mudah diakses dibanding dulu,” ucapnya.
Baca Juga:Rotasi Kapolsek dan PJU Polres Majalengka, Siapa Saja Pindah Jabatan?Wakaf Mushaf Alquran untuk Warga Sadomas
Ia menambahkan, Cirebon didukung dari segi historis seperti Yogyakarta. Cirebon Kota Pusaka, yang kental akan nilai sejarah. Yaitu dengan peninggalan Keraton, Makam Sunan Gunung Jati, Goa Sunyaragi atau petilasan-petilasan.
“Intinya sangat setuju dengan kebijakan Gubernur Jabar KDM karena didukung dengan peninggalan sejarah di Cirebon dan infrastruktur pendukung seperti akses tol atau pelabuhan,” ungkapnya.
Selain rehistoriografi sejarah Cirebon, Mustaqim menambahkan, perlu dilakukan revitalisasi dan penataan kawasan bersejarah di Cirebon seperti keraton, makam, taman dan sebagainya.
Kemudian, penyusunan dokumen Rencana Kegiatan Kota Pusaka (RKKP) Cirebon disesuaikan dan disinergikan dengan program Pemprov Jabar dan pemerintah pusat melalui kementerian terkait.
Kemudian, jelasnya, pembangunan dan penataan insfrastruktur penunjang destinasi wisata. Serta bimbingan teknis sumber daya manusia dan pembentukan Destination Management Organisation (DMO).
“Siapa berbuat apa dan harus apa menjadi jelas, tidak tumpang tindih,” pungkasnya. (ade)