Paus Fransiskus, Warisan Sang Jembatan

Paus Fransiskus
Foto: Antara Imam Besar Masjid Istiqlal yang kini Menteri Agama Nasaruddin Umar saat mencium kening Paus Fransiskus di Jakarta pada September 2024.
0 Komentar

Beliau mengagumi arsitektur masjid yang megah dan maknanya sebagai simbol toleransi Indonesia. Yang paling menggugah adalah saat Paus berdiri dalam keheningan, memandangi mihrab dan mimbar, sembari menundukkan kepala dalam doa. Momen itu menjadi potret diam yang berbicara lebih lantang daripada pidato.

Selanjutnya, momen yang paling menyentuh hati adalah ketika Imam Besar KH. Nasaruddin Umar, dalam sebuah gestur yang tak terduga, mencium kening Paus Fransiskus, dan Paus membalas dengan mencium tangannya. Tindakan ini, yang secara budaya Indonesia adalah tanda penghormatan tertinggi kepada seseorang yang sangat dimuliakan, membuat suasana menjadi haru. Media internasional menyoroti momen tersebut sebagai titik puncak simbolik dari kunjungan Paus ke Indonesia. The Guardian menyebutnya sebagai manifestasi hidup dari Fratelli Tutti, ensiklik atau surat edaran Paus Fransiskus tentang persaudaraan dan persatuan umat manusia. Banyak tokoh dunia, dari pemuka agama hingga pemimpin politik, memuji momen itu sebagai api kecil yang bisa menyalakan harapan besar di dunia yang terpecah.

Meskipun begitu, ada sebuah catatan kritis untuk Paus Fransiskus. Dengan kerendahan hati dan kepeduliannya pada kaum miskin dan terpinggirkan, telah memenangkan hati banyak orang di luar tembok Vatikan. Namun, ketika ia menyatakan dukungan terhadap “serikat sipil” pasangan sesama jenis, dan merangkul komunitas LGBT tanpa kejelasan moral yang teguh, kita dihadapkan pada pertanyaan mendalam. Apakah ini cinta yang sejati, atau kompromi yang berbahaya?

Baca Juga:SMKN 1 Balongan Sukses Gelar Uji Kompetensi SiswaGerakan Buang Sampah Wujudkan Majalengka Bersih dan Sehat

Ketika pemimpin agama terbesar di dunia tampak mengaburkan batas antara kasih dan pengesahan moral terhadap gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran iman, maka ia bukan sedang menyatukan, tapi berpotensi menciptakan kabut spiritual yang menyimpang. Dunia mencari terang, bukan cermin berembun.

Paus Fransiskus mungkin menganggap pendekatannya sebagai bentuk pendekatan baru, tetapi umat tetap haus akan kejelasan. Ketika gembala bersikap terlalu lunak atas realitas moral, kawanan domba tidak dibebaskan, tapi dibiarkan bingung.

Penulis menghargai niat Fransiskus. Kita berharap, Vatikan yang akan melakukan prosesi pemilihan Paus baru tidak pro dengan LGBT. Penulis juga percaya pada dialog, kasih, dan penghormatan atas martabat setiap manusia. Tetapi kasih tidak sama dengan kebingungan. Belas kasih tanpa kebenaran adalah ilusi. Dan cinta sejati tidak hanya memeluk, tapi juga menuntun.

0 Komentar