Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali, meminta agar tunggakan pembayaran bahan bakar minyak (BBM) TNI AL kepada Pertamina yang mencapai Rp 2,25 triliun dapat diputihkan. Permintaan ini disampaikan saat rapat dengan Komisi I DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin .
Laksamana Ali mengungkapkan bahwa selain tunggakan sebelumnya, saat ini TNI AL juga dikenakan utang tambahan sebesar Rp 3,2 triliun. Hal ini dinilainya sangat mengganggu kelancaran operasional kapal-kapal TNI AL.
“Harapannya sebenarnya ini bisa ditiadakan untuk masalah bahan bakar, diputihkan,” ujar Laksamana Ali.
Baca Juga:Trafo Listrik di Kramatmulya Terbakar Disambar Petir, Listrik PadamToto Suharto Tegaskan Komitmen Perjuangkan Aspirasi Konstituen di Dapil Jabar 13
Ia menjelaskan bahwa utang BBM yang menumpuk tersebut menghambat tugas dan fungsi TNI AL dalam menjalankan operasi-operasinya. Saat ini, penggunaan BBM oleh TNI AL masih dikenakan harga yang sama dengan industri-industri komersial, sehingga membebani anggaran mereka secara signifikan.
Dengan kondisi ini, Laksamana Ali mengusulkan agar kebutuhan BBM untuk kapal-kapal TNI AL diberikan subsidi khusus, agar beban biaya operasional menjadi lebih ringan. “Beda dengan Polri perlakuannya. Nah, ini mungkin perlu disamakan nanti,” tambahnya.
Selain itu, Laksamana Ali juga mengusulkan agar pengaturan kebutuhan BBM untuk TNI AL diambil alih secara terpusat oleh Kementerian Pertahanan. Hal ini dimaksudkan agar manajemen pengadaan dan distribusi BBM bisa lebih efisien dan sesuai dengan kebutuhan operasional TNI AL.
Menurut Laksamana Ali, kebutuhan BBM untuk operasional kapal-kapal TNI AL cukup besar karena mesin-mesin kapal harus tetap dinyalakan meskipun kapal tidak sedang berlayar. Mesin kapal yang menyala diperlukan untuk mengoperasikan peralatan penting di dalam kapal, termasuk sistem pendingin udara.
“Mesin kapal-kapal yang dimiliki oleh TNI AL harus tetap hidup untuk mengoperasikan peralatan-peralatan di dalamnya, walaupun kapal tersebut tidak berlayar. Mesin harus tetap hidup agar peralatan pendingin udara di dalam kapal selalu menyala,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa jika sistem pendingin udara dimatikan, peralatan elektronik di dalam kapal dapat mengalami kerusakan serius. “Karena kalau AC dimatikan, peralatan elektronik akan rusak di dalamnya. Itu bahayanya,” tutupnya. (antara/jpnn)