Optimalisasi Sumber Daya Nasional sebagai Strategi Mitigasi Tarif Trump

Strategi Mitigasi Tarif Trump
HUBUNGAN STRATEGIS: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar Indonesia tetap menjaga hubungan strategis dengan Amerika Serikat. FOTO: ISTIMEWA/RADAR CIREBON
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Pemerintah Indonesia dinilai perlu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya mineral dalam negeri untuk memperkuat industri manufaktur sebagai langkah mitigasi terhadap kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump.

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menjelaskan bahwa ekspor Indonesia ke AS selama ini didominasi oleh produk kelapa sawit, tekstil, dan alas kaki. Namun, efek lanjutan dari kebijakan tarif tersebut berpotensi mengganggu rantai pasok global, termasuk di sektor mineral.

“Perdagangan global itu ibarat jaring laba-laba. Jika Amerika terganggu, maka Jepang dan China juga terdampak, dan ujung-ujungnya Indonesia ikut terkena imbasnya,” ujarnya.

Baca Juga:Pemerintah Kota Cirebon Komitmen Mewujudkan Pendidikan Bermutu dan MerataMomentum Hari Pendidikan Nasional Kota Cirebon Komitmen Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua

Menurutnya, pemerintah harus mempercepat proses hilirisasi mineral mentah agar produk bernilai tambah—seperti rangka mobil dan knalpot—bisa diproduksi di dalam negeri. Langkah ini diyakini akan menciptakan lapangan kerja, memperkuat daya beli masyarakat, dan mengurangi ketergantungan terhadap impor barang sejenis.

“China adalah mitra dagang utama Indonesia di sektor logam dasar. Jika ekspor mereka ke AS terganggu, permintaan terhadap produk hilirisasi dari kita juga bisa ikut menurun. Oleh karena itu, kita harus memperkuat pasar domestik,” tegasnya.

Menanggapi kondisi tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar Indonesia tetap menjaga hubungan strategis dengan Amerika Serikat. Pemerintah kini tengah mendorong negosiasi ulang terhadap perjanjian dagang dan investasi seperti Trade and Investment Framework Agreement (TIFA), yang terakhir direvisi pada 1996.

“Perjanjian itu sudah tidak relevan lagi. Bahkan Malaysia kini tertarik menjalin perjanjian serupa dengan Indonesia,” ujarnya.

Airlangga juga mengungkapkan berbagai langkah konkret yang telah ditempuh, seperti deregulasi Non-Tariff Measures (NTM), penguatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi (ICT), serta pembukaan akses zona perdagangan bebas (Free Trade Zone), khususnya di Batam, untuk menarik investasi dari perusahaan-perusahaan AS.

“Kami juga akan meningkatkan impor produk pertanian seperti kedelai dan gandum dari AS sebagai bagian dari strategi balancing. Namun, ini merupakan realokasi, bukan penambahan, sehingga tidak membebani APBN,” jelasnya.

0 Komentar