RADARCIREBON.ID- Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat berdampak besar terhadap sektor perhotelan. Di Kabupaten Cirebon misalnya, okupansi hotel mengalami penurunan hingga 90 persen. Kondisi ini memaksa banyak pelaku usaha hotel melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pegawai karena kebingungan membayar gaji tiap bulan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon Ida Kartika mengatakan pihaknya mendukung adanya efesiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Namun kebijakan tersebut seharusnya didahului dengan kajian matang.
Termasuk upaya pemda dalam menggencarkan promosi pariwisata dan menggelar event besar yang mampu menarik hingga menghadirkan wisatawan datang ke Cirebon. “Ini event tidak ada. Sementara potensi Cirebon yang begitu besar tidak begitu dieksplor secara massif oleh pemerintah daerah. Akibatnya, sektor perhotelan yang menjadi tulang punggung pariwisata justru terabaikan,” kata Ida kepada Radar Cirebon, Kamis (8/5/2025).
Baca Juga:Pertama Terjadi: Warga Gugat Pengelola Tol, Imbas Kecelakaan Bus di CipaliWalikota Cirebon Curhat ke KDM: Pesisir, Infrastruktur, hingga Lintasan Kereta Api
Lebih miris lagi, di tengah keterpurukan okupansi, pihak hotel masih harus membayar pajak seperti biasa. Sementara penginapan kecil dengan harga terjangkau tidak terkena pajak. “Tingkat hunian dan kegiatan yang menggunakan hotel berbintang saja, saat ini mengalami penurunan sampai 90 persen. Artinya, hanya 10 persen saja tingkat hunian dan kegiatan yang menggunakan fasilitas hotel,” ungkapnya.
Selain karena efesiensi anggaran, pelarangan study tour atau perjalanan dinas, sangat berdampak pada kelangsungan tingkat hunian hotel. Padahal, kegiatan-kegiatan tersebut selama ini menjadi penyumbang utama pendapatan hotel, terutama dari instansi pemerintah dan lembaga pendidikan.
“Akibat semua ini, banyak hotel harus memangkas tenaga kerja hingga 50 persen. Kami tidak tahu lagi harus membayar gaji pegawai dari mana jika hanya mengandalkan sisa 10 persen potensi yang ada,” tutur Ida.
Ini membuktikan, betapa besar dampak efesinsi untuk pengusaha hotel, bukan saja di Cirebon, tapi mungkin di seluruh indonesia. Terlebih bagi hotel-hotel berbintang yang ada saat ini.
Menurutnya, jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa adanya perubahan kebijakan dalam waktu dekat, banyak pengusaha hotel terancam gulung tikar.
“Menunggu perubahan regulasi setengah tahun lagi, rasanya kami sudah tidak sanggup. Sekarang saja sudah banyak yang menyerah dan mengibarkan bendera putih,” katanya. “Tamu dan kegiatan dari mana sekarang? Sedangkan potensi pariwisata di Cirebon itu sulit,” imbuhnya.