Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Kejari Periksa Semua Pihak Terkait Korupsi PDNS, Termasuk Mantan Menteri Komin

Ryandi Zahdomo/JawaPos.com
PARA TERSANGKA: Kejari Jakarta Pusat membawa 5 tersangka korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) ke tahanan yang ditetapkan, Kamis (22/5).
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo Semuel Pangerapan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Atas kasus yang terjadi dalam proyek bernilai Rp959 miliar itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendorong Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) memeriksa semua pihak terkait, termasuk mantan menteri Kominfo.

Dalam keterangan resmi pada Sabtu (24/5), Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menyampaikan bahwa penetapan tersangka terhadap mantan Dirjen Aptika Kominfo Semuel Pangerapan membuka ruang bagi Kejari Jakpus untuk memeriksa sejumlah pihak. Tidak terkecuali mantan menteri kominfo yang bertugas pada periode proyek tersebut.

“Sebab, dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, menteri sebagai pengguna anggaran atau aktor yang juga memiliki tugas dan kewenangan yang besar,” terang Nenden.

Baca Juga:Ketua KPPU Fanshurullah Penuhi Panggilan KPK, Ada Apa?Program CKG di Indramayu Ditinjau Wapres Gibran, Angka Partisipasi Warga Masih Rendah

Menurut dia, korupsi yang kembali terjadi di Komdigi menunjukkan tidak berjalannya mekanisme pengawasan internal yang dilakukan oleh inspektorat. Berdasar catatannya, setidaknya ada tiga kasus korupsi yang terjadi di Kominfo pada rentang 2012 hingga 2023.

Pertama kasus dugaan korupsi pengadaan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) pada 2010-2012. Kasus tersebut melibatkan kepala Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Santoso Serad. BP3TI kemudian berubah menjadi Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).

Kedua kasus dugaan korupsi pengadaan BTS yang dilakukan oleh BAKTI pada 2020-2022. Nilai kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 8 triliun. Selain dampak keuangan negara yang ditimbulkan akibat korupsi PDNS, publik menanggung dampak langsung dari lemahnya tata kelola infrastruktur data, yaitu kebocoran data pribadi yang terjadi pada Juni 2024.

Kebocoran data tersebut berasal dari infrastruktur PDNS yang didesain sebagai penyimpanan terpusat data instansi pemerintah dan pelayanan publik. Kini diketahui bahwa proyek PDNS dijalankan dengan penyimpangan dan kembali menjadi kasus dugaan korupsi.

“Dari perspektif hak asasi manusia, data pribadi bukan sekadar informasi administratif, melainkan bagian integral dari identitas dan otonomi individu. Ketika data pribadi bocor, masyarakat kehilangan kontrol atas identitas digitalnya, dan berisiko mengalami penyalahgunaan data, penipuan, hingga pengawasan tanpa dasar,” bebernya.

0 Komentar