RADARCIREBON.ID – Di tengah kepadatan bangunan dan aktivitas malam Jalan Kanoman, suara gamelan mengalun pelan. Malam itu, Rabu (28/5/2025), bukan sekadar malam biasa. Di sebuah rumah, keluarga besar Indrawati Giok menggelar tradisi sakral yang telah diwariskan turun-temurun: ruwatan.
Lanjut kidung, bayangan tokoh pewayangan yang menari di balik kelir, dan gerak gemulai penari topeng kelana menjadi bagian dari satu kesatuan doa dan harapan.
Di balik semua itu, ada cinta yang tak terucap dalam kata-kata—cinta dari seorang nenek kepada cucu-cucunya.
Baca Juga:Bayar Pajak Bentuk Kontribusi Nyata dalam Membangunan Kota SDIT Al Falah Kota Cirebon Gelar Tasmi’ul Quran
“Ruwatan ini untuk cucu saya, Hugo dan Kheint. Hugo lahir sendirian, atau yang dalam tradisi disebut ontang-anting. Sedangkan Kheint, anak dari keponakan saya, lahir kembar laki-laki dan perempuan—itu yang disebut kedhana-kedhini,” tutur Indrawati Giok dengan mata berbinar.
Bagi Indrawati, ruwatan bukan sekadar acara adat, melainkan ritual spiritual keluarga yang mengikat banyak generasi dalam nilai, harapan, dan rasa syukur.
Ia menyebut, dalam setiap ruwatan wajib ada pertunjukan wayang, kidung, dan tari topeng kelana.
Ketiganya bukan hiburan, melainkan media penyampaian pesan kehidupan: bahwa anak-anak akan tumbuh dewasa, menapaki jalan yang belum mereka tahu arahnya, dan menghadapi kehidupan dengan segala suka dukanya.
“Anak itu akan pergi ke berbagai tempat, bertemu banyak hal. Kita orang tua hanya bisa mendoakan, berharap mereka menjadi manusia yang baik,” ujarnya lirih.
Indrawati bukanlah orang baru dalam urusan menjaga tradisi.
Ia tumbuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat.
Ia masih ingat betul bagaimana ayahnya dahulu menggelar ruwatan untuk satu-satunya anak laki-laki dari lima bersaudara.
Kini, ia meneruskan tradisi itu, tidak hanya kepada anaknya, tetapi juga kepada cucunya.
Baca Juga:DPRD Turun Tangan Fasilitasi Keluhan Petani Tebu CirebonAlat Pendukung IPHA BBWS Cimanuk Cisanggarung Siap Uji Coba Bulan Depan
“Orang tua saya bilang, tradisi itu tidak boleh dilepaskan. Dari tradisi kita belajar hidup. Belajar menerima, mendoakan, dan memahami bahwa hidup ini penuh makna,” katanya sambil menatap anak-anak kecil yang berlarian di halaman rumahnya malam itu.
Baginya, ruwatan adalah bentuk paling halus dari kasih sayang orang tua. Tidak dengan harta, tidak dengan kemewahan, tetapi dengan keyakinan dan doa.