Menurut Bambang, pembiaran terhadap aktivitas penambangan tanpa dasar dokumen RKAB merupakan pelanggaran serius karena berkaitan langsung dengan aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Oleh karena itu, pihaknya sudah cabut izin usaha pertambangan milik Koperasi Pesantren Al-Azhariyah sebagai buntut insiden longsor yang merenggut puluhan nyawa pada Jumat (30/5/2025).
Selain Koperasi Pesantren Al-Azhariyah, Dinas ESDM juga mencabut tiga izin usaha tambang lainnya di kawasan yang sama. Pertimbangannya adalah karena metode penambangan dan karakteristik batuan di lokasi tambang tersebut dinilai serupa dan berpotensi menimbulkan insiden yang sama. “Metode penambangan mereka hampir sama, jenis batuan juga serupa. Jadi demi keselamatan bersama, kami cabut semuanya,” katanya.
Setelah kejadian tersebut, pihaknya telah menurunkan tim gabungan bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk melakukan pengecekan lapangan serta kajian teknis. Ia menuturkan sejak tiga hari terakhir, Inspektur Tambang dari Kementerian ESDM juga diterjunkan untuk melakukan asesmen kelayakan dan keamanan dalam proses evakuasi korban.
Baca Juga:Cerita Korban Longsor Gunung Kuda: Reang Ana Ning Jero Mobil, Masih Urip, Tulung…Pengusaha Gunung Kuda Bandel: Ngeruk Terus Meski Dilarang, Kini Jadi Tersangka
“Saya sudah minta kepada Kementerian ESDM agar Inspektur Tambang standby 24 jam di lokasi untuk memastikan proses evakuasi berjalan aman dan sesuai standar keselamatan,” tandasnya.
STATUS TANGGAP DARURAT TUNGGU KEPUTUSAN BPKP
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Cirebon masih menunggu keputusan resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait penetapan status tanggap darurat atas peristiwa longsor Gunung Kuda. Demikian disampaikan Sekda Kabupaten Cirebon Dr Hilmy Riva’i MPd usai rapat penanganan bencana, Senin (2/6/2025).
Menurutnya, penetapan status tanggap darurat masih jadi debatable. Sebab, sebagian besar berpendapat kejadian itu bukan tanggap darurat bencana karena kondisi alam. “Status tanggap darurat masih belum ditetapkan karena harus ada kajian menyeluruh, termasuk menunggu keputusan BPKP. Apakah kejadian ini bisa dikategorikan sebagai tanggap darurat bencana atau tidak, itu masih dikaji,” ujar Hilmy.
Terlepas dari perdebatan status tersebut, Hilmy menegaskan pemerintah daerah tetap berkomitmen untuk membantu para korban, terutama keluarga yang terdampak secara sosial dan ekonomi akibat bencana tersebut. “Tidak ada perbedaan dalam penanganan. Baik bantuan berasal dari Belanja Tidak Terduga (BTT) atau sumber lain, kami tetap hadir untuk warga. Karena ini menyangkut nyawa dan mata pencaharian, semuanya harus dikaji secara mendalam agar tidak menyalahi prosedur,” terangnya.