RADARCIREBON.ID- Polresta Cirebon menetapkan pengusaha Galian C Gunung Kuda sebagai tersangka. Yakni AK, Ketua Koperasi Pesantren (Kopontren) Al Azhariyah, dan AR selaku Kepala Teknik Tambang/Pengawas Operasional.
Mereka terbilang bandel. Meski sudah ada larangan, tetap melakukan aktivitas penambangan di Gunung Kuda. Longsor pun sudah berulang. Terbaru pada Jumat (30/5/2025), sebabkan puluhan korban. Sudah 19 jenazah ditemukan, 6 lainnya masih dalam pencarian.
Penetapan tersangka disampaikan Kapolresta Cirebon Kombes Pol Sumarni melalui jumpa pers, Minggu (1/6/2026). “Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap delapan saksi. Kemudian dari serangkaian penyidikan itu, kami menetapkan dua tersangka,” kata Kombes Sumarni.
Baca Juga:Gunung Kuda Resmi Ditutup: 14 Orang Meninggal, 8 Lagi Diduga Masih TertimbunBupati Cirebon Sepakat Tutup Total Gunung Kuda, Siap Bantu Perawatan Korban Luka
Keduanya disebut telah terbukti tetap menjalankan kegiatan pertambangan meskipun telah menerima surat larangan dari Dinas ESDM Jawa Barat. Sumarni menjelaskan, larangan itu diterbitkan pada 8 Januari dan diperkuat dengan surat peringatan kedua pada 19 Maret 2025.
Pelarangan itu disebabkan karena kegiatan tambang tersebut dinilai belum mendapat persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). “Sudah dua kali dikeluarkan surat larangan dan peringatan, tapi tidak diindahkan,” bebernya.
Tersangka AR selaku pengawas di lapangan, kata Kombes Sumarni, menjalankan perintah AK tanpa mengindahkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja atau K3. Sehingga, longsor di Gunung Kuda terjadi dan menyebabkan banyak korban jiwa.
Berdasarkan hasil penyelidikan, peristiwa longsor itu terjadi saat pekerja tengah menambang material batu gamping dan tras. Tanah tebing kemudian runtuh dan menimbun para pekerja beserta alat berat dan kendaraan operasional.
Sumarni menyebutkan, dalam kasus ini, pihaknya menyita sejumlah barang bukti. Yakni lima unit dump truck, empat ekskavator, dan dokumen terkait izin usaha tambang dari Pemprov Jabar. Ia menjelaskan, izin usaha itu tidak mencakup RKAB, yang menjadi syarat utama untuk melakukan aktivitas tambang produksi secara legal di Indonesia.
Karena hal tersebut, keduanya dijerat Pasal 98 dan 99 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Selain itu, pihaknya juga mengenakan Pasal 35 UU Ketenagakerjaan, UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. “Dari peristiwa longsor pada Jumat 31 Mei, korban jiwa yang sudah berhasil dievakuasi dari timbunan longsor jumlahnya 19 orang. Kami bersama TNI dan pemerintah daerah masih terus melakukan pencarian terhadap yang belum ditemukan,” pungkas Kombes Pol Sumarni.