RADARCIREBON.ID – Mengupas sejarah piala dunia sepak bola memang selalu menarik. Di antaranya adalah Piala Dunia 1994 antara Italia berhadapan dengan Brazil.
Partai final itu digelar di Stadion Rose Bowl, California, pada 13 Juli 1994. Pada final itu, Brasil sukses mengalahkan Italia lewat babak adu penalti.
Dalam piala dunia tersebut ada ungkapan paling fenomenal yang selalu diingat oleh para penggila bola. “The man who died standing”, atau pria itu ‘mati’ berdiri. Ada apa?
Baca Juga:Agar Pengisian Bateri Lebih Optimal, 90 Persen Hyundai Ioniq 5 Diminta Update ICCUKopi Gunung Aci, Kopi dari Pedalaman Kabupaten Kuningan, Asamnya Lebih Berasa
“Pria itu mati berdiri”, begitu banyak orang menyebut kejadian ketika Roberto Baggio berdiri mematung. Dia tampak tertunduk lesu. Meratapi tendangan penaltinya melayang di atas gawang Brazil, yang dijaga Claudio Taffarel.
Begitulah momen paling mengesankan dan menyedihkan dalam gelaran final Piala Dunia 1994. Bahkan kejadian itu menjadi salah satu yang paling ikonis di sepak bola.
Roman Serie A Podcast dalam unggahan di media sosial “X” menuliskan dan mengulas kegagalan Roberto Baggio itu.
“Italia gagal juara dunia gegara kebodohan Baggio!”. Begitu salah satu kutipan dalam unggahan tersebut. Itu pala yang menjadi anggapan umum pencinta sepak bola dunia, ketika itu.
Namun anggapan itu ternyata tidak berlaku bagi Tifosi Italia. Tifosi merupakan istilah dalam bahasa Italia. Kata itu memiliki arti “pendukung” atau “penggemar” fanatik. Istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada penggemar sepak bola Italia, di manapun berada.
Memang awalnya tifosi sempat kecewa. Namun ternyata publik pencinta sepak bola Italia tetap memaafkan Baggio. Kepedihan Baggio adalah luka bagi tifosi. Dia tetap dicintai dan dipuja.
Menurut mereka, setitik noda tak lantas menghapus label Baggio sebagai pahlawan besar sepak bola Italia. Meski tanpa mahkota juara dunia, Baggio Dia tetap menjadi simbol keajaiban itu nyata di sepak bola.
Baca Juga:KDM: Rendahnya Investasi di Kawasan Rebana karena Minimnya Pembangunan InfrastrukturKDM: Rendahnya Investasi di Kawasan Rebana karena Minimnya Pembangunan Infrastruktur
Bahkan eposnya begitu melegenda. Tak ada keragukan bagaimana sulitnya perjuangan “Si Kuncir Kuda” meniti karier.
Kehidupan Baggio memang penuh liku. Melambung ke langit ke tujuh, jatuh hingga dasar bumi, merangsek tertatih-tatih, hingga bangkit lagi menggapai kejayaan.