RADARCIREBON.ID – Gonjang ganjing di tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kuningan kian terasa. Meski di permukaan tampak tenang, namun di balik layar, gejolak internal organisasi olahraga ini ternyata terus bergulir dan sulit dibendung.
Puncaknya, pengunduran diri Ketua KONI Kuningan M Ridho Suganda, menjadi sinyal kuat bahwa organisasi ini sedang tidak baik-baik saja. Surat pengunduran diri yang beredar luas di kalangan insan olahraga, dengan tanda tangan Ridho di atas materai, mempertegas bahwa ada persoalan serius yang tengah menggerogoti KONI Kuningan.
Situasi ini dinilai berpotensi menimbulkan dampak serius. Jika tidak segera ditangani secara arif dan bijaksana, bukan tidak mungkin KONI Kuningan dibekukan oleh KONI Jawa Barat.
Baca Juga:Longsor Gunung Kuda: Evaluasi Proses Pencarian, Bahas Ulang dengan Forkopimda dan Keluarga KorbanHaji 2025: Jamaah Bergerak ke Arafah, Program Tanazul Mendadak Dibatalkan
Dampaknya, seluruh cabang olahraga (cabor) di bawah naungan KONI Kuningan bisa gagal mengikuti babak kualifikasi (BK) Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jabar 2025, hingga Porprov ke-XV tahun 2026 yang rencananya digelar di Bekasi, Depok, dan Bogor.
Solehudin, Ketua Bidang Organisasi Pengcab Wushu Kuningan, angkat bicara terkait dinamika yang semakin tak terkendali ini.
“Pasca beredarnya surat pengunduran diri Ketum KONI, semua pihak harus menyikapinya dengan hati-hati. Jangan sampai proses penunjukan pelaksana tugas (Plt) malah menambah masalah baru,” ujarnya, Selasa (3/6).
Menurutnya, penunjukan Plt tidak bisa dilakukan sembarangan hanya karena alasan klasik seperti ketiadaan anggaran. Ia menegaskan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah reformasi menyeluruh dalam tubuh KONI Kuningan.
“Kalau tidak ada perubahan mendasar, persoalan ini akan terus berlarut-larut. Bahkan berpotensi membuat KONI Kuningan dibekukan oleh KONI Jabar,” tegasnya.
Solehudin memaparkan sejumlah indikator penting perlunya reformasi. Pertama, selama ini KONI dinilai hanya fokus pada cabor besar yang berpeluang meraih medali emas, sementara cabor kecil dibiarkan berjalan sendiri tanpa pembinaan yang memadai.
“KONI seolah menutup mata terhadap cabor-cabor kecil. Padahal, jika dibina dengan serius, mereka juga bisa berprestasi dan membawa nama baik daerah,” ungkapnya.
Baca Juga:Belum Ditemukan, Keluarga Korban Longsor Gunung Kuda Sudah Gelar TahlilanHaji 2025: Klinik Kesehatan Haji Daker Makkah Diizinkan Beroperasi
Kedua, ia menyoroti praktik instan dalam pencapaian prestasi. “KONI lebih memilih membeli atlet jadi ketimbang membina atlet lokal secara berkelanjutan. Padahal ada banyak peluang untuk mendidik atlet lokal melalui PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar) di berbagai daerah,” jelasnya.