Gua Batu Cermin, Koleksi Fosil Purba dari Perut Bumi Labuan Bajo, Menarik Untuk Dikunjungi

gua batu cermin labuan bajo
Gua Batu Cermin merupakan salah satu destinasi wisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang direkomendasikan untuk dikunjungi. Foto: Yuda Sanjaya - radarcirebon.id
0 Komentar

Sekitar 15 menit berjalan, sudah sampai di ujung jalan setapak. Di hadapan tampak terbentang susunan batu-batu karang besar warna gelap hingga setinggi 70 meter.

Nah, itulah Gua Batu Cermin. Ada tangga beton selebar satu meter dengan hampir 40 undakan. Jalan terus naik, menapaki anak tangga hingga ketinggian 20 meter.Tangga ini dibangun di antara dinding-dinding kokoh gua dengan batuan stalaktit.

Batuan ini bermotif ukiran alami dari proses yang terbentuk jutaan tahun yang lalu. Di tempat inilah akses masuk ke mulut gua yang memiliki luas 19 hektar itu.

Baca Juga:Bank Mandiri Taspen Terbitkan Obligasi Rp3 TriliunPelaku Kasus RPTK di Kemnaker Mangkir Dari Panggilan KPK, Ini Alasannya

Sebelum memasuki bagian dalam gua, para pemandu akan meminta untuk memakai helm keselamatan.

Pelindung warna oranye dan putih ini telah disediakan di dekat pintu masuk gua. Helm itu untuk melindungi kepala agar tidak cedera terantuk stalaktit.

Ini lantaran bagian stalaktit gua tepat di pintu masuk tingginya tak sampai satu meter. Lorong untu berjalan pun sangat sempit.

Kondisi seperti ini membuat kepala harus terus berjalan merunduk. Bahkan sedikit berjongkok. Jalan pun harus berhati-hati agar tidak terperosok.

Setelah menyusuri lorong sempit dan terjal dengan stalaktit rendah selama sekitar lima menit itu, kemudian sampai di sebuah ruang luas dan besar. Ukurannya sekitar 200 meter persegi.

Di langit-langit ruang utama, tingginya tak lebih dari 170 sentimeter. Di tempat itu tampak relief-relief unik saling menonjol.

Pada salah satu bagiannya terdapat bentuk mirip penyu sedang merayapi langit-langit gua. Berbentuk kepala, kerapas atau cangkang, dan kaki belakang. Inilah fosil penyu.

Baca Juga:

Juga ada ribuan bentuk fosil mirip tumbuhan dan fauna bawah laut, menjadi koleksi ruang utama ini. Tampak membentang memenuhi sudut langit-langit gua.

Gua ini diekplorasi secara ilmiah pertama kali oleh Theodore Verhoven pada tahun 1951. Dia adalah arkeolog sekaligus misionaris berkebangsaan Belanda.

Dia meyakini bagian gua tadi merupakan ekosistem purba bawah laut. Termasuk di dalamnya adalah Pulau Flores serta pulau-pulau di NTT.

Peristiwa ini terjadi ketika seluruh daratan Pulau Flores masih menjadi bagian dari laut purba. Setelah itu sebagiannya terangkat menjadi daratan akibat pergeseran.

0 Komentar