“Saat ini rasio tenaga kesehatan dengan jumlah jamaah haji sekitar 1 banding 400. Ini sangat tidak ideal dan harus dievaluasi ulang. Pelayanan kesehatan jamaah jadi kurang maksimal,” ujar dr Edy di Madinah, Arab Saudi, Kamis (12/6/2025).
Ia mengungkapkan, sistem pelayanan kesehatan di Arab Saudi membatasi aktivitas medis di area hotel jamaah, yang menyebabkan keterlambatan proses perujukan bagi jemaah yang sakit ke rumah sakit rujukan di Saudi. Oleh karena itu, dr Edy menekankan pentingnya pendekatan promotif dan preventif oleh tenaga medis Indonesia di lapangan.
“Petugas kesehatan kita ke depan harus lebih difokuskan pada deteksi dini, pemantauan rutin, dan klasifikasi risiko jemaah. Mana yang high risk, middle risk, dan low risk. Yang masuk kategori risiko tinggi harus betul-betul disiapkan jalur perujukannya,” jelasnya.
Baca Juga:PLTB Pertama di Jawa Dibangun di Kabupaten Cirebon, Jigus: Bermanfaat untuk MasyarakatGaji Wakil Tuhan Naik 280 Persen, Rumdin Menyusul
Ia juga menyesalkan sempat tidak beroperasinya klinik kesehatan haji Indonesia di musim haji tahun ini. Padahal, menurutnya, keberadaan klinik tersebut sangat strategis untuk menjadi titik transit sementara jamaah haji Indonesia sebelum dirujuk ke rumah sakit, maupun setelah keluar dari rumah sakit sebelum kembali ke pemondokan.
“Fungsi klinik kesehatan haji itu sangat penting. Saat jamaah sakit, mereka bisa ditampung dulu di klinik sebelum dirujuk. Begitu juga sebaliknya, saat selesai perawatan bisa transit dulu di klinik sebelum balik ke hotel atau ke lokasi ibadah. Tahun depan seharusnya klinik ini kembali dibuka,” tegas politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Sebagai langkah jangka panjang, dr Edy juga mendorong pemerintah Indonesia untuk mulai menjajaki kerja sama diplomatik dengan Arab Saudi guna membangun Rumah Sakit Haji Indonesia di Makkah. “Jumlah jamaah kita setiap tahun sangat besar, begitu juga umrah. Maka sudah saatnya Indonesia memiliki rumah sakit haji sendiri di Arab Saudi. Ini penting agar jamaah kita bisa dirawat oleh tenaga medis sesama orang Indonesia, sehingga ada kenyamanan, keamanan, dan komunikasi yang lebih baik,” tandasnya.
Ia menegaskan akan membawa gagasan ini dalam pembahasan Komisi IX DPR RI untuk ditindaklanjuti bersama Kemenkes sebagai bagian dari upaya perlindungan jemaah haji Indonesia.