Senada disampaikan Penasehat Paguyuban Pengrajin Batu Alam Cirebon, H Yadi Supriyadi. Ia menyampaikan bahwa industri batu alam di Cirebon ini sebagai salah satu penopang ekonomi masyarakat. Maka, ia menilai keputusan pemerintah menutup area tambang tidak tepat. Keputusannya terlalu terburu-buru. Tanpa solusi.
Sementara yang terdampak luar biasa banyaknya. Mulai dari pengorder, pabrik, pekerja, sopir, dan kuli bongkar muat. “Kalau memutuskan tutup galian memang itu hak kekuasaan. Tapi kami dari paguyuban, harusnya dikaji ulang,” paparnya.
Ia mengaku pihaknya kesulitan mendapatkan bahan baku pasca penutupan aktivitas tambang di Gunung Kuda. “Kami tidak minta lebih. Permudah dan perketat proses perizinan tambang Galian C. Termasuk cara penambangannya. Tidak asal. Karena kami ikut terdampak,” ucapnya.
Baca Juga:30 ABH Ikuti Pesantren Kilat di Polresta Cirebon: Dididik Disiplin, Karakter, dan Ekonomi Kreatif Gara-gara Kuwu Karangsari Cirebon, DPMD Antisipasi Bantuan Keuangan Provinsi Tak Cair
Sebagai pelaku usaha, Yadi mendapat beban moral luar biasa dari para pekerja. Ketika industri batu alam terancam mati, muncul kesenjangan sosial. “Ketika pekerja batu alam menganggur, kemudian perut berbicara. Khawatir gelap mata. Angka kriminalitas meningkat. Apa ini gak bahaya? Pada posisi ini, pengrajin industri batu alam bisa bergerak, ketika ada suplai bahan baku yang berkesinambungan,” tandasnya.
Tak hanya pengusaha, para pekerja industri batu alam juga mulai resah. Penghasiln terancam hilang. Tinggal menghitung hari. Kondisi itu diakui Ali, salah satu buruh batu alam. Padahal, penghasilannya cukup lumayan. Rp100 ribu per hari. Selama 15 tahun mengais rezeki, kini tempatnya bekerja terancam gulung tikar. “Kelanjutan saya gak tahu. Pasrah,” tutur Ali, Selasa (17/6/2025).
Saat ini, kata Ali, tinggal menyisakan pekerjaan yang ada. Menyelesaikan, sisa batu alam yang masih tersedia. Setelah habis. Selesai. Tutup. “Mau gimana lagi? Pelaku usaha kesulitan dapat bahan baku karena area pertambangan di Majalengka dan Cirebon ditutup,” ungkap pria tiga anak itu kepada Radar Cirebon.
Senada disampaikan pekerja industri batu alam lainnya, Nasir. Menurutnya, dampak penutupan aktivitas pertambangan di Gunung Kuda dan Kabupaten Majalengka membuat pabrik industri batu alam tk beroperasi. Sebab, tidak ada bahan baku. “Kita ini kerja buruh bukan pegawai, berangkat digaji, gak berangkat ya gak gajian,” imbuhnya.