Menurutnya, upah yang diberikan selama ini sistemnya mingguan. Namun, tetap terhitung berapa hari mereka bekerja. Per hari Rp100 ribu hingga Rp130 ribu. Tergantung seperti apa bahan bakunya. Bagus atau tidak. Ketika jelek, upah minimal Rp100 ribu per hari. “Kalau sehari gak kerja, upah seminggu tidak utuh,” ucapnya.
“Sementara kerja kita hanya tinggal sisa bahan baku kemarin saja (sebelum penutupan tambang). Setelah itu, ya sudah tidak ada bahan baku lagi,” sambung Nasir.
Ia mengaku belum terbesit di dalam pikiran akan kerja apa setelah ini. Kata Nasir, sementara selama ini para buruh tidak pernah merepotkan pemerintah. Namun, pemerintah bikin repot rekyat kecil. “Kita ini bingung. Sementara kita dari dulu keahliannya sebagi pengrajin batu alam. Jadi nanti akan banyak pengangguran,” pungkas Nasir. (sam)