Bukan cuma jumlah lembaga yang dipotong, struktur di dalamnya juga disunat. Misalnya di Government Office atau semacam Setkab versi Vietnam, jumlah unit dipangkas dari 28 jadi cuma 18. Alur koordinasi jadi lebih cepat.
Yang lebih ngeri lagi, jumlah pegawai negeri akan dikurangi 1 dari 5 pegawai. Mereka harus melakukan itu karena sadar birokrasinya udah mirip mesin tua yang overheat. Penuh duplikasi fungsi, tumpang-tindih kewenangan, dan kebanyakan meja kosong yang isinya hanya tumpukan kertas nganggur.
Mereka sadar tiap tahun negara menghabiskan uang besar untuk menggaji pegawai. Termasuk gaji pegawai yang tidak produktif.
Baca Juga:Sejak Gubernur KDM, Cirebon Masuk Wilayah Budaya Sunda WetanKali Ini Israel Apes, Ada Serangan Lain yang Harus Diterima, Lebih Dahsyat dari Rudal-rudal Iran
Menurut data dari pemerintah, sekitar 30-40 persen pegawai negeri di Vietnam sebenernya bisa dikurangi tanpa negara mengganggu pelayanan publik.
Untuk diketahui, tiap tahun Vietnam menghabiskan uang sekitar Rp 360 triliun untuk belanja pegawai. Gaji, tunjangan dan fasilitas lain, semua dibayar negara. Hanya sayang, kualitas pelayanan publiknya jauh dari kata optimal.
Apalagi kian gemuk birokrasi, makin banyak celah untuk korupsi. Praktek seperti itu sudah bukan rahasia lagi di banyak negara berkembang, termasuk Vietnam. Dengan struktur yang lebih ramping, pengawasan menjadi lebih gampang.
Yang menarik, bukan hanya urusan birokrasi eksekutif, sistem politik di Vietnam juga ikut diet ketat. Partai Komunis yang jadi satu-satunya partai di sana, sadar kalau struktur politik yang terlalu berlapis justru jadi sarang inefisiensi.
Makanya, dari level pusat sampai daerah, Vietnam mulai menggabungkan beberapa posisi yang fungsinya mirip-mirip. Kepala kantor partai di daerah misalnya, bisa merangkap jabatan kepala kantor pemerintahan lokal. “Satu orang, dua topi,” kata mereka.
Walaupun langkah itu menuai banyak kritik, terutama dari daerah. Walaupun diakui sangat efisien dan efektif, namun nuansa sentralisasi makin kuat.
Dulu banyak yang ragu dengan revolusi efisiensi model ini. Ada yang mengatakan, reformasi birokrasi model ini, tak disertai transparansi yang kuat dan penguatan partisipasi publik. Padahal, kunci sukses reformasi birokrasi juga soal partisipasi.