Dari hasil penjaringan, muncul 11 nama kandidat ketua. Namun, setelah proses verifikasi, hanya 10 nama yang memenuhi syarat.
“Dari 10 nama itu, yang paling kuat dan mendapat sorotan adalah dua sosok yakni Ibu Yeyet Nurhayati sebagai petahana dan Pak Ronianto sebagai Kepala Dinas Pendidikan,” ujar Jajuli kepada Radar Cirebon, Kamis (19/6).
Nurholis: Jangan Campur Aduk Peran Regulator dengan Organisasi Profesi
JELANG Konferensi Kabupaten (Konkab) PGRI Cirebon, aroma tarik-menarik kepentingan mulai terasa.
Baca Juga:GOW Kota Cirebon Gandeng KPA untuk Cegah HIV/AIDSBPJS Ketenagakerjaan Dukung Program Rekrutmen Mitra Digital
Fraksi PKS DPRD Kabupaten Cirebon menyoroti pentingnya menjaga independensi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi guru.
Hal ini disampaikan menyusul dinamika pemilihan Ketua PGRI Kabupaten Cirebon yang belakangan mencuat ke publik.
Ketua Fraksi PKS DPRD Kabupaten Cirebon, Nurholis SPdI menegaskan, PGRI sebagai organisasi profesi guru tidak boleh berada di bawah bayang-bayang kekuasaan struktural, termasuk pejabat dinas pendidikan.
Ia menilai, pemilihan ketua yang berasal dari kalangan regulator justru dapat mengaburkan prinsip dasar organisasi profesi yang seharusnya independen dan demokratis.
“PGRI adalah rumah bersama para guru, bukan perpanjangan tangan birokrasi. Apabila pejabat struktural Dinas Pendidikan menduduki posisi ketua PGRI, maka akan sulit bagi organisasi ini menjalankan fungsinya secara bebas dan objektif. Ini bukan sekadar soal jabatan, tapi soal prinsip,” ujar Nurholis, kepada Radar, Minggu (22/6/2025).
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru memiliki hak untuk membentuk organisasi profesi yang bersifat demokratis dan independen. Hal ini ditegaskan pula dalam Anggaran Dasar PGRI hasil Kongres XXIII Tahun 2019, yang menyebut PGRI sebagai organisasi independen, unitaristik, dan non-partisan.
Nurholis menjelaskan, meskipun tidak ada larangan hukum eksplisit, pemimpin organisasi profesi sebaiknya berasal dari kalangan guru aktif yang tidak menjabat sebagai regulator kebijakan pendidikan.
Baca Juga:Polemik Batas Wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon Belum Tuntas, Ini Titik Panas yang Belum DisepakatiDari Gala Kelas Sastra di Pondok Pesantren KHAS Kempek, Tingkatkan Literasi Santri untuk Lahirkan Karya Sastra
Alasannya, untuk menghindari konflik kepentingan serta menjaga ruang kritis dalam organisasi.
“Dinas pendidikan dan PGRI punya fungsi masing-masing. Yang satu menjalankan regulasi, yang satu memperjuangkan aspirasi,” tegasnya.
“Kalau peran ini dicampur, bagaimana organisasi bisa mengkritik kebijakan secara objektif? Maka demi menjaga marwah profesi guru, ketua PGRI sebaiknya bukan dari kalangan pejabat struktural,” tegas Nurholis.