Pengusaha Tambang di Cirebon Bantah Ilegal, Sebut Forkopimda Terlalu Terburu-buru

pengusaha tambang cirebon bantah ilegal
Pengelola tambang CV Bukit Aden, Blok Curug Dengkak, Desa Cinapas, membantah jika aktivitas Galian C yang digarap adalah ilegal. Foto: samsul huda-radar cirebon.
0 Komentar

RADARCIREBON.ID- Pada Selasa lalu (17/6/2025), Forkopimda Kabupaten Cirebon sidak ke Galian C di Desa Cipanas, tepatnya di Blok Curug Dengkak.

Area tambang itu milik CV Bukit Aden. Langsung di-police line oleh Forkopimda. Kini, pihak CV Bukit Aden bereaksi. Menolak disebut ilegal.

Ya, pihak CV Bukit Aden pun angkat bicara. Seperti disampaikan Subhan. Ia membantah jika area tambang yang dikelolanya itu tidak berizin. Ia menegaskan usahanya mengantongi izin resmi.

Baca Juga:SPMB untuk SMP di Kabupaten Cirebon Dimulai 23 Juni 2025, Simak AturannyaDaftar Ulang SPMB SMA di Cirebon, Ortu Ikut Alur Saja

Pihaknya mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi. Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Semua ada. “Ilegal dari mana? Semua legal. Bahkan izin yang dikeluarkan sejak 2022 itu masih berlaku sampai September 2025,” kata Subhan kepada Radar Cirebon, Minggu (22/6/2025).

Saat ini, kata Subhan, pengelola sedang mengurus perpanjangan izin. Prosesnya sedang berjalan di jalur yang resmi. Yakni jalur pemerintah. Sesuai prosedur yang berlaku. “Jadi tudingan ilegal sangat kami bantah,” tegasnya.

Subhan mengungkapkan, yang membuatnya geram bukan soal penyegelan. Tapi prosesnya yang dianggap janggal. Ia mengatakan Surat Teguran berupa SP1 baru diterbitkan 12 Juni 2025. Tapi lima hari kemudian, yakni 17 Juni 2025, sidak langsung dilakukan. Dan tambang disegel. “Aneh. Saat ini pun tidak ada aktivitas penambangan. Yang ada hanya alat berat memperbaiki jalan,” katanya.

Tapi, semua aktivitas, langsung dihentikan setelah SP1 diterima. “Sebagai warga negara yang baik, saya patuh terhadap hukumm. Faktanya, saat menerima SP1, langsung kami hentikan seluruh aktivitas. Tapi langkah Forkopimda yang langsung melakukan penyegelan rasanya terlalu terburu-buru. Tanpa pendalaman menyeluruh,” paparnya.

Masalah yang sesungguhnya, kata Subhan, justru ada di pusat. Yakni di Jakarta. Tepatnya di sistem digital milik Kementerian ESDM melalui OSMOSE. Sejak 25 April 2025 pihaknya sudah mengajukan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) melalui sistem itu. Tapi hingga kini belum ada respons. Tidak ditolak. Tidak diterima. Menggantung.

“Kami ikut prosedur. Tapi sistem yang membuat kami terkatung-katung. Ini yang jadi dasar aktivitas kami dianggap belum boleh berjalan. Padahal, sudah hampir dua bulan, tapi tidak ada tanggapan,” terangnya.

0 Komentar