RADARCIREBON.ID – Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Cirebon kembali melakukan audiensi dengan pihak pemerintah terkait pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025.
Setelah sebelumnya beraudiensi dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon pada Kamis (26/6), kali ini BPMS menyambangi Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah X Provinsi Jawa Barat, Senin (30/6).
Audiensi tersebut diterima langsung oleh Kepala KCD Pendidikan Wilayah X, Ambar Triwidodo. Hadir dalam pertemuan itu Ketua BPMS Kota Cirebon, Drs H Abu Malik MPd beserta sejumlah pengurus dari SMA dan SMK swasta di Kota Cirebon.
Baca Juga:5.383 Rumah Tangga di Wilayah 3T Kini Nikmati Listrik BersihBersama Wujudkan Kota Cirebon Bersih
Abu Malik menyampaikan bahwa tujuan audiensi adalah untuk mengklarifikasi sejumlah hal terkait SPMB 2025, khususnya persoalan daya tampung siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) yang dinilai melebihi ketentuan.
“Kami mengapresiasi sambutan dari KCD, audiensinya juga berjalan lancar. Namun, salah satu yang kami soroti adalah soal satu rombel yang diisi hingga 50 siswa. Padahal secara aturan, maksimal hanya 36 siswa per rombel. Mengapa bisa melebihi?” kata Abu Malik.
Menurutnya, jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas akan membuat proses pembelajaran menjadi tidak kondusif dan tidak maksimal.
Selain itu, ia juga meminta agar KCD memperhatikan keberadaan sekolah-sekolah swasta, agar tidak semua siswa diarahkan ke sekolah negeri.
“Sekolah swasta juga perlu mendapatkan siswa. Jangan semua diarahkan ke sekolah negeri,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala KCD Pendidikan Wilayah X, Ambar Triwidodo, menjelaskan bahwa aturan ideal memang menetapkan satu rombel maksimal berisi 36 siswa.
Namun, dalam kondisi tertentu, bisa mencapai hingga 50 siswa karena adanya kebijakan dari Gubernur Jawa Barat.
Baca Juga:Cinta Budaya Produk Lokal CirebonDiresmikan Presiden 14 Juli, Jumlah Siswa Sekolah Rakyat di Kota Cirebon Sudah Terpenuhi
“Angka 50 siswa per rombel itu sebenarnya merupakan kebijakan Gubernur Jabar untuk memberi kesempatan bagi siswa dari keluarga tidak mampu agar tetap bisa bersekolah di sekolah negeri,” jelas Ambar.
Meski demikian, ia mengakui bahwa tidak semua sekolah bisa menerapkan ketentuan tersebut karena keterbatasan sarana, seperti mebel dan luas ruang kelas.
Ambar juga menekankan bahwa penerapan kebijakan ini perlu melihat kondisi fisik sekolah. Ia bahkan tidak menyarankan sekolah negeri dibangun bertingkat tiga lantai karena akan menyulitkan guru-guru yang sudah berusia lanjut.