RADARCIREBON.ID – Kasus dugaan penggelapan dana sewa tenan Gedung GTC Kota Cirebon senilai Rp18,8 miliar kian memanas.
Direktur PT Prima Usaha Sarana, Frans Mangasitua Simanjuntak, meminta aparat penegak hukum (APH) untuk segera memproses kasus tersebut dan membawanya ke meja hijau.
Pasalnya, tersangka dalam kasus ini, Wika Tandean, yang menjabat sebagai Komisaris PT Prima Usaha Sarana, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 18 Februari 2025, namun hingga kini berkas perkara belum dinyatakan lengkap (P21).
Baca Juga:Sopir Angkutan Resah Aturan Zero ODOL, Ini Yang Mereka Lakukan di DPRD Kabupaten Cirebon9Ball Tournament akan Digelar dengan Sistem Handicap
Bahkan, setelah sempat ditahan pada awal Juni, Wika kemudian mendapatkan penangguhan penahanan.
“Perkara ini seperti sulit diselesaikan. Terlihat ada intervensi. Kami punya bukti kuat, dan ingin perkara ini segera disidangkan. Jika ada sanggahan, silakan buktikan di pengadilan,” kata Frans dalam konferensi pers yang digelar bersama belasan awak media.
Frans menjelaskan, kasus ini bermula pada tahun 2020 saat ia menemukan adanya kejanggalan dalam pengelolaan keuangan GTC.
Menindaklanjuti hal tersebut, ia menggelar rapat internal bersama Komisaris dan jajaran lainnya, yang akhirnya memutuskan untuk melakukan audit keuangan internal.
Namun, saat akan diaudit, Wika menolak hadir dan justru menutup rekening terkait serta tidak memberikan akses data kepada tim audit.
“Saat kami undang untuk audit, Wika malah menutup rekening dan menolak memberikan data. Tim audit akhirnya bekerja dengan data terbatas, dan hasilnya menunjukkan ada aliran dana masuk ke rekening pribadi Wika,” ungkap Frans.
Setelah upaya mediasi gagal, Frans akhirnya melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian pada 27 Januari 2022.
Baca Juga:Sampah Jadi Energi Listrik, Bupati Cirebon:Kita Hanya Menyiapkan Lahan SajaCiremai Raya Masih Perencanaan, Pemkot Cirebon Sudah Selesaikan 30 Persen Perbaikan Jalan
Kuasa hukum Frans, Harumningsih SH MH mengungkapkan bahwa Wika diduga telah menggelapkan dana sewa tenan sejak tahun 2013 hingga 2020.
Uang sewa sebesar Rp11.475.002.754, yang seharusnya menjadi pendapatan bersih PT Prima Usaha Sarana, justru dimasukkan ke rekening pribadi tersangka.
“Dana tersebut merupakan pendapatan bersih setelah dikurangi biaya operasional seperti listrik, PDAM, dan gaji karyawan. Harusnya dana itu masuk ke kas perusahaan,” jelas Harumningsih.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pada periode 2010 hingga 2012, dana sewa juga digunakan oleh tersangka untuk melunasi utang pribadinya tanpa sepengetahuan direktur utama. Nilainya mencapai Rp7,3 miliar, sehingga total dana yang diduga digelapkan mencapai sekitar Rp18,8 miliar.