Bayangkan, hampir separuh nenek-nenek di negara maju itu, menghabiskan usia senjanya tanpa siapa-siapa di rumah.
Padahal kesepian itu bukan cuma soal tidak ada orang di rumah. Tapi tidak ada yang menyapa. Tidak ada yang datang. Tidak ada yang peduli. Dan ini punya dampak nyata.
Laporan medis menyebut, kesepian kronis meningkatkan risiko kematian setara dengan merokok 15 batang sehari.
Baca Juga:Menyoal Rumah Netanyahu, Diambil Paksa Negara dari Seorang Dokter PalestinaMenyoal Rumah Netanyahu, Diambil Paksa Negara dari Seorang Dokter Palestina
Stres karena kesepian bisa menurunkan imun tubuh, memicu gangguan tidur, meningkatkan tekanan darah dan memperparah penyakit kronis. Lama-lama, tubuh melemah. Pikiran ikut jatuh. Dan tanpa sadar, hidup berakhir dalam kesunyian.
Di dunia Barat, hidup sendiri itu bukan dianggap musibah. Tapi gaya hidup. Menikah itu pilihan. Punya anak dianggap beban. Tinggal dengan orang tua, dianggap aneh. Merawat orang tua, disubkontrakkan ke panti.
Mereka kerja keras seumur hidup, bukan untuk membangun keluarga. Tapi untuk bisa membayar perawat ketika tua nanti.
Yang lebih memilukan, di Jepang, Korea, dan banyak kota besar di Barat, mayat lansia sering ditemukan dalam kondisi sudah membusuk. Setelah berminggu-minggu, baru tercium bau busuk.
Bukan anak atau keluarga. Justru para tetangga melapor. Polisi datang. Baru ketahuan, lansia itu sudah meninggal lama, dan sendirian di apartemen.
Kasus seperti ini terlalu sering. Mereka mati dalam diam. Tak ada yang mencari. Tak ada yang sadar. Tak ada yang kehilangan. Kecuali, saat mayatnya mulai mengganggu penciuman.
Tapi semua tidak seperti itu. Di negara seperti Mali, Afghanistan, dan Aljazair, kasus seperti itu hampir tak pernah terdengar. Karena keluarga masih menjadi sistem hidup.
Baca Juga:Apa Bedanya Mukjizat, Karomah, Maunah, Irhas, Khurafat, Sihir dan Sulap? Begini PenjelasannyaPapua: Dari Jajahan ke Jeratan, Bisa Jadi Dubai ke-2, Jika Dikelola dengan Benar
Anak tinggal dengan orang tua. Cucu dibesarkan oleh nenek-kakek. Lansia dirawat oleh keluarga. Hidup saling menanggung dan saling menguatkan.
Mereka mungkin miskin fasilitas. Tapi mereka kaya hubungan. Mereka tidak mempunyai panti jompo. Tapi mempunyai anak dan cucu yang membersamai.Dan itu jauh lebih menyehatkan bagi jiwa, juga raga.
Dalam pandangan Islam, menurut Kopidiyyah, tidak membenci modernitas. Tapi Islam menjaga satu hal yang modernitas hancurkan, makna keluarga.
Dalam Islam, menikah adalah ibadah, bukan sekadar kontrak sosial. Anak adalah titipan, bukan beban finansial. Orang tua adalah sumber pahala, bukan “penghambat karier”. Kemudian lansia adalah sumber doa, bukan target produk asuransi.