RADARCIREBON.ID – Ada tulisan menarik dari mantan anggota DPRD Jawa Barat, M Rizal Fadillah. Dalam tulisan tersebut, Rizal menyoroti sepak terjang Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Dalam tulisannya di media online Jakarta Satu, dia menyebut jika sosok yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu, sudah berlebihan alias over dosis kekuasaan.
Rizal pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) selama dua periode. Yakni periode tahun 1997–1999 dan 1999–2004.
Baca Juga:Jangan Hanya Al Ihsan, KDM Ditantang Ganti Nama RS Santo Borromeus, Biar Lebih NyundaOle Romeny Cedera Dilanggar Paulinho Moccelin, Warganet Marah
KDM, katanya, dituduh mistik bahkan musyrik tetap bergeming, tidak peduli. Ritual mistik dilakukan secara demonstratif berbingkai budaya. “Bingkai yang sesungguhnya hanya memperalat atau menunggangi budaya,” tandasnya.
Rizal tahu jika masyarakat Jawa Barat tentu senang kalau budayanya dihargai dan ditinggikan. Budaya Sunda layak untuk tampil dan maju. Siapapun boleh berjuang untuk itu, apalagi KDM adalah pejabat yang berpengaruh.
Menurutnya, keterpilihan maupun mempertahankan daya dukung dengan jualan budaya tentu sah-sah saja. Tapi dengan cara menginjak keyakinan pihak lain, apalagi pihak beragama, salah dan berbahaya.
“Seenaknya dengan otoritas yang dimiliki mengganti nama bagus RS Al Ihsan menjadi RS Welas Asih adalah menyinggung. Alasan agar lebih ‘nyunda’ sulit untuk diterima,” tegas Rizal.
Jika KDM paham soal “Ihsan” dalam konteks agama, ujar Rizal, maka jauh lebih dalam dan bermakna ketimbang “Welas Asih”.
“Lagi pula perubahan nama itu tanpa meminta pertimbangan rakyat melalui DPRD merupakan bentuk dari otoritarian, abuse of power, atau kumaha aingisme,” kritik Rizal.
Dia tidak mempersoalkan jika KDM ingin mistik, musyrik, ataupun munafik. Untuk Dedi Mulyadi sendiri dipersilakan dan bebas-bebas saja. “Mau kafir juga boleh,” tegasnya.
Baca Juga:Evaluasi Kinerja Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jabar, Pengelolaan Keuangan MinusTahukah kamu, Ternyata 80 Persen Topik Debat Itu, Tak Perlu Didebatkan
Hanya saja, lanjut dia, jika bermain di ruang publik, apalagi dalam kapasitas pejabat publik, maka itu tentu bakal menimbulkan masalah. Ditambah kalau KDM mengambil kebijakan menyangkut kepentingan orang banyak.
“Jika dia yang rentan agama, bermain-main dengan umat beragama khususnya umat Islam, maka umat tidak boleh membiarkan atau harus dilawan keras,” ajak mantan anggota DPRD Jawa Barat itu.