Pihaknya yang diwakili oleh 10 orang dari Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta Se Jawa Barat pernah melakukan audiensi dengan Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Forum Komunikasi SMA Swasta Se Jawa Barat, Badan Musyawarah Perguruan Swasta. Namun masih menunggu titik terang atau solusi dari Pemerintah Jawa Barat.
Ari mewakili SMK swasta di Kota Cirebon meminta kepada pemerintah untuk membuat kebijakan yang berkeadilan. Ia menyebut ada Permendikbud yang mengatur bahwa satu kelas tidak harus banyak, cukup 36 siswa per rombel. Sehingga, siswa yang tidak masuk ke negeri, bisa masuk ke swasta.
Ia juga meminta bahwa SPMB cukup dilakukan dengan satu tahap saja dan membuka semua jalur. Sehingga, saat siswa tidak diterima, bisa langsung bersekolah di sekolah swasta. “Kalau tidak masuk tahap satu, bisa disebar ke swasta dengan kebijakan Pemprov Jawa Barat,” jelas Ari.
Baca Juga:Masih Ada Beberapa PKL di Bahu Jalan Kawasan Trusmi, Kasatpol PP: Mohon KesadarannyaGaji 14 Juta per bulan, Lowongan Komisioner Komisi Informasi Kota Cirebon Diserbu 57 Pendaftar
“Kalau tujuan bantu, ya bantu kami swasta juga. Kami akan menerima dengan senang hati siswa ini. Kita juga banyak kebijakan, demi banyak siswa, kami juga terima siswa yang tidak mampu. Jadi pemprov hadirnya jangan di sekolah negeri saja,” terangnya.
“Kita tidak bisa memaksa orang untuk tidak mendaftar negeri, tapi kalau tidak lolos, silakan ke swasta. Jadi kalau pengen bantu, ya pemprov bantu swasta juga. Swasta banyak lulusannya yang bekerja di instansi strategis,” tegas Ari yang juga Kepala SMK Cipto Kota Cirebon itu.
Sebelumnya, Ari mengatakan pihaknya hanya menerima dua siswa baru. Jumlah itu menurun drastis dibandingkan tahun kemarin sekitar 8 siswa. “Saya lihat dari sekolah swasta lain pun merasakan hal yang sama. Dan ini tak hanya di Kota Cirebon, di kota lain di Jawa Barat juga sama,” kata Ari.
Kata Ari, salah satu sebab menurunnya minat siswa melanjutkan sekolah di SMK swasta karena kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menambah batas maksimal rombongan belajar (rombel) menjadi 50 siswa. Sehingga, sekolah negeri berlomba-lomba memperbanyak siswa.
“Faktor utama jelas ketika keputusan gubernur muncul yang memungkinkan SMA Negeri dan SMK Negeri untuk menerima hingga maksimal 50 siswa per rombel. Dampaknya pun ke kami,” ungkapnya.