Proyek Negara, Rasa Mafia

proyek negara rasa mafia
Ilustrasi pekerjaan proyek. Foto hanya ilustrasi, tidak berkaitan langsung dengan artikel ini. Foto: Istimewa - radarcirebon.id
0 Komentar

Lho, kualitas aspalnya jelek? Tenang, di atas kertas: “Standar Nasional”. Lho, jembatannya pendek dan nggak presisi? Gampang, foto dari sudut miring, dikasih caption: “Selesai 100 Persen”.

Begini alur manipulasi dokumennya: Berita acara dibuat lengkap. Spesifikasi teknis ditulis rapi. Kwitansi pembelian disesuaikan alias dimark-up. Dokumentasi proyek diambil di sudut yang bagus. Tanda tangan semua pihak ‘dibereskan’

Kadang yang tanda tangan belum pernah melihat proyeknya. Atau bahkan tidak ada di lokasi. Bisa juga staf biasa yang disuruh tandatangan karena tekanan atasan.

Baca Juga:Investasi Perak, Emas Kedua yang Menjanjikan, Begini Untung RuginyaTrik Licik Cuci Uang, Cara Ubah Yang Haram Jadi 'Halal'

Misalnya, harga semen di pasaran Rp65 ribu. Di laporan bisa menjadi Rp120 ribu. Cat tembok kualitas menengah ditulis cat premium. Papan proyek cetak biasa ditulis seharga Rp10 juta karena “pakai desain”.

Bahkan yang lebih absurd: pelatihan yang tak pernah dilaksanakan, dan dibuat seolah-olah sudah sukses. Ada daftar hadir palsu. Ada spanduk pelatihan yang difoto hanya sekali. Ada konsumsi rapat fiktif. Ada pula sertifikat palsu

Dokumen ini lalu dikirim ke atas: ke dinas, ke inspektorat, bahkan sampai ke kementerian. Dan karena semua berkas lengkap, proyeknya dianggap sah, dananya cair 100 persen. Padahal kualitas nol, hasilnya nyaris tak berguna.

Langkah keempat uang proyek menjadi mesin politik dan investasi kekuasaan. Setelah proyek kelar (meski asal jadi) dan laporan sudah dipoles rapi, pertanyaannya: Ke mana perginya duit “kelebihan” tadi? Yang mark-up? Yang fee bawah meja? Yang dipotong dari tukang sampai pejabat?

Jawabannya tak hanya sekadar masuk kantong pribadi seseorang. Tapi diputar lagi untuk membayar kampanye. Memberi ke partai. Untuk membeli baliho. Untuk sewa buzzer. Bahkan untuk menyuap suara di daerah-daerah.

Kenapa? Karena dalam sistem demokrasi kita, siapa yang punya uang, dia yang bisa menang. Dan siapa yang menang, dia yang pegang kuasa. Dan siapa yang pegang kuasa, dia yang pegang proyek.

Dan untuk dapat lagi proyek di masa depan, maka harus dekat dan semua pihak. Terutama dari kalangan penguasa biar ACC-nya gampang.

0 Komentar