Uang yang seharusnya “narkoba”, sekarang kelihatan seperti hasil penjualan kopi. Itulah proses pencucian uang.
Skema cuci uang yang umum ada beberapa tahap, yakni Placement. Memasukkan uang haram ke sistem lewat setoran tunai, pembelian aset, dan banyak lagi.
Kemudian, Layering. Yakni memutar uang itu biar jejaknya kabur bisa lewat banyak rekening, usaha fiktif, hingga transfer ke luar negeri.
Baca Juga:Apakah Investasi Perak Menguntungkan? Simak Cara Berinvestasi Bagi PemulaMengenal Perak, Logam Mulia yang Terlupakan
Ada lagi Integration. Setelah memutar dan kelihatan “bersih”, uang itu dipakai untuk membeli properti, membuka usaha, mencalonkan diri menjadi pejabat.
Banyak contoh di sekitar kita. Kafe sepi tapi jalan terus. Jasa konsultan hukum fiktif. Jasa Konsultan itu tak ada standar tetap. Mau menarik biaya Rp1 juta per jam atau Rp1 miliar per proyek, semua sah-sah aja. Namanya juga konsultasi.
Jadi, jika seseorang mempunyai uang haram misalnya hasil suap atau korupsi, dia tinggal membikin kantor hukum kecil-kecilan. Membuat rekening, dan membikin invoice. Lalu transfer uang ke sana pakai alasan sebagai biaya jasa hukum proyek daerah.
Padahal tak ada konsultasinya. Tidak ada kerja hukumnya. Itu cuma akal-akalan untuk memasukkan uang kotor ke sistem yang sah.
Setelah masuk, uang itu bisa ditarik pelan-pelan. Dipakai membeli mobil, properti, bahkan dibiayakan lewat laporan keuangan. Uang haram berubah jadi “uang jasa.” Legal di atas kertas.
Ada juga untuk membuat yayasan amal bohongan. Ini agak licik. Misalnya ada orang mempunyai yayasan. Tiap bulan bagi sembako 100 paket ke warga itu hanya untuk pencitraan saja.
Tapi laporan keuangannya? Ada biaya program bantuan Rp900 juta. Padahal dana realnya cuma Rp100 juta. Sisanya, masuk rekening pribadi.
Baca Juga:Cara Orang Kaya Ngakali Pajak, Trik Yang Jarang Diketahui Banyak OrangInfrastruktur dan Energi Catat Kinerja Terbaik, Bitcoin dan Batu Bara Juga Turut Melesat
Dan lebih sadis lagi, kadang orang menyumbang ke yayasan itu bukan karena peduli, tapi buat mencuci uangnya juga. Misalnya pengusaha menyumbang Rp1 miliar.
Step 1, uangnya masuk yayasan, dilaporkan sebagai “donasi”. Step 2, lalu balik lagi ke si pengusaha lewat proyek fiktif. Kelihatan amal, padahal muter-muter duit haram.
Juga ada perusahaan proyek ghoib. Misalnya ada perusahaan mengaku membikin pelatihan petani digital Dana dari pemerintah Rp1,5 miliar. Tapi pelatihannya cuma Zoom 2 kali, peserta fiktif, dan materi copy-paste.