RSD Gunung Jati Klarifikasi Video Viral Penelantaran Pasien

Direktur RSD Gunung Jati, dr Katibi
KONFERENSI PERS: Direktur RSD Gunung Jati, dr Katibi, didampingi tiga wakil direktur serta jajaran manajemen dan dokter fungsional, termasuk dr Suhendiwijaya SpJP FIHA. FOTO: ABDULAH/RADAR CIREBON
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Viral video mengenai pasien Rumah Sakit Daerah Gunung Jati (RSD GJ) yang disebut tidak diberi makan, dan diunggah oleh seseorang yang mengaku sebagai advokat, akhirnya mendapat tanggapan resmi dari pihak manajemen rumah sakit terbesar di wilayah Ciayumajakuning ini.

Klarifikasi disampaikan langsung oleh Direktur RSD Gunung Jati, dr Katibi, didampingi tiga wakil direktur serta jajaran manajemen dan dokter fungsional, termasuk dr Suhendiwijaya SpJP FIHA.

Dalam konferensi pers, dr. Katibi menjelaskan bahwa peristiwa yang melibatkan pasien berinisial RJ, warga Japura Kulon, tidak terjadi begitu saja.

Baca Juga:Hari Koperasi ke-78 di Kota Cirebon, KMP Resmi BeroperasiBetonisasi Jalan Ciremai Raya Molor Lagi? Begini Kata Kepala DPUTR Kota Cirebon

“Ini adalah bagian dari takdir, bahwa warga Kabupaten Cirebon, khususnya dari Japura, mempercayakan penanganan medisnya kepada RSD Gunung Jati,” ungkapnya di hadapan awak media.

Lebih lanjut, Katibi menekankan pentingnya aksesibilitas dan kesinambungan pelayanan.

“Bayangkan ada berapa rumah sakit dan Puskesmas yang dilewati pasien sebelum sampai ke sini (RSD Gunung Jati, red). Ini menjadi mata rantai penting untuk saling mengingatkan dalam pelayanan kesehatan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa standar pelayanan di rumah sakit ini menggunakan pendekatan kekeluargaan.

“Prinsip kami: seandainya pasien itu adalah saya sendiri, orang tua saya, atau keluarga saya. Jadi pendekatan kami adalah pendekatan empati,” tambahnya.

*Penanganan Sesuai Prosedur

Katibi kemudian menjelaskan kronologi penanganan pasien RJ. Pasien datang ke IGD pada Kamis, 3 Juli 2025 pukul 15.14 WIB, dalam kondisi darurat akibat gigitan ular.

“Kami langsung melakukan tindakan penyelamatan nyawa (life saving) dengan memberikan serum anti bisa ular,” jelasnya. Meski pasien bukan peserta BPJS, pelayanan tetap diberikan tanpa hambatan.

Setelah kondisinya membaik di IGD, pasien dipindahkan ke ruang High Care Unit (HCU) dan mendapatkan serum anti bisa ular kedua.

Baca Juga:Siswa Jalani Pemeriksaan Kesehatan, Hari Pertama Sekolah Rakyat di Kota CirebonAsuransi Astra Raih Penghargaan IDXChannel Anugerah ESG 2025

“Harga serum ini cukup mahal, yakni Rp2 juta per vial. Total ada empat vial yang diberikan. Namun, kami tidak mempermasalahkan biaya. Keselamatan pasien adalah prioritas kami,” tegas Katibi.

Pasien dirawat sejak Kamis sore hingga Minggu sore di HCU, kemudian dipindahkan ke ruang rawat inap dan diperbolehkan pulang pada 8 Juli 2025.

0 Komentar