Hukum Penemuan Harta Karun, Islam versus Sekuler

hukum harta karun menurut islam
Hukum penemuan harta karun menurut Islam dan sekuler. Foto via Elohim - RADARCIREBON.ID
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Ada tulisan menarik soal hukum penemuan barang kuno atau harta karun. Dalam tulisan tersebut membandingkan antara hukum Islam versus sekuler.

Selain membandingkan soal hukum, juga disertai uraian dan banyak fakta. Kemudian ditambahi pemikiran kritis sang penulis.

“Tak terbayang, jika menggali tanah milik sendiri dan menemukan emas 16 kilogram. Kemudian emas itu justru diambil negara,” begitu penggiat media sosial tersebut mengawali tulisannya.

Baca Juga:Perang Terbuka Pasangan Kepala Daerah, Belajar dari Kasus Gubernur dan Wagub Bangka BelitungWong Cirebon Pimpin GP Ansor OKI, Putra Abdul Hayyi, Pengasuh Ponpes Gedongan

Yang menyakitkan lagi, katanya, sang penemu harta karun tersebut, hanya diberi penghargaan berupa selembar kertas sertifikat. Tak ada hadiah, apalagi penghargaan berupa uang tunai.

Kenyataan ini pernah terjadi di Klaten, Jawa Tengah. Ada seorang petani menemukan guci emas zaman kuno, ketika sedang menggali tanah di lahannya sendiri.

Petani ini tidak mencuri. Tidak pula merampok. Dia hanya menggali tanah di lahannya sendiri. Tak sengaja menemukan harta karun tersebut.

Tapi, guci emas itu langsung diminta oleh pemerintah, mengatasnamakan negara secara cuma-cuma. Tak ada ganti rugi berupa materi.

Dia cuma diberi penghargaan simbolik. Itupun hanya selembar sertifikat. Yang tak laku dijual, dan tidak bisa dijadikan barang jaminan.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan: semua benda kuno yang ditemukan, termasuk yang terkubur ratusan tahun, adalah milik negara. Penemu wajib lapor.

Jika disimpan diam-diam, atau tidak dilaporkan selama 30 hari setelah ditemukan, maka bisa terkena pidana, paling lama 10 tahun.

Baca Juga:Investasi Perak, Emas Kedua yang Menjanjikan, Begini Untung RuginyaTrik Licik Cuci Uang, Cara Ubah Yang Haram Jadi 'Halal'

Alasan undang-undang sekuler tersebut terdengar mulia. Yakni untuk melindungi warisan budaya. Tapi dalam praktiknya, benda benda sejarah seringkali tidak dikenal nasibnya.

“Saya banyak diskusi dengan teman teman sejarah tentang banyak barang temuan arkeologis yang diminta dengan cuma-cuma. Ada berupa emas, arca, guci, koin, atau keris kuno. Batang itu langsung “ditertibkan”. Dan nasib barangnya entah kemana. Nggak jelas,” ungkap Ngopidiyyah.

Jadi kalau rakyat menemukan, ada tiga kemungkinan: bisa dapat bingkisan. Bisa pula hanya piagam. Tapi tak menutup kemungkinan justru penjara.

Lalu bagaimana hukum Islam mengatur hal tersebut? Ngopidiyyah menguraikan pengalaman Khalifah Umar bin Khattab soal “Emas Persia”. Yakni pada abad ke-7 silam.

0 Komentar