Menurut Amri, kelangkaan gabah bukan hanya karena musim, tapi juga akibat gagal panen yang melanda wilayah Gegesik.
Serangan hama seperti beluk, tikus, dan virus tanaman membuat banyak petani tak bisa memanen dengan baik. “Tanamannya tumbuh, tapi gabahnya nggak keluar. Ya habis bahan bakunya,” jelasnya.
Amri juga menyoroti fenomena persaingan harga yang tidak sehat. Banyak pembeli besar menyerap gabah dengan harga tinggi, tanpa memperhitungkan kualitas.
Baca Juga:Telkom Gandeng 5 Sekolah Percepat Digitalisasi PendidikanUNU Cirebon dan KemenP2MI Jalin Kerja Sama
Harga gabah pun melonjak hingga Rp 6.500 per kilogram, membuat penggilingan kecil seperti miliknya tak bisa ikut bersaing.
“Kalau kami beli gabah segitu, pas jadi beras malah rugi. Lebih baik berhenti dulu daripada maksa produksi tapi buntung,” tandasnya. (sam)