RADARCIREBON.ID -Forum Rukun Warga (RW) Desa Cirebon Girang Kecamatan Talun menagih janji pemerintah daerah mengeksekusi bangunan liar (bangli) di Sepanjang Jalan Dana Raya atau Jembatan Merah.
Pasalnya, puluhan bangli berdiri di atas saluran irigasi yang seharusnya berfungsi sebagai jalur utama aliran air. Akibatnya, setiap kali hujan deras, kawasan permukiman warga kerap dilanda banjir.
Ketua Forum RW Cirebon Girang, Fiqih Ramadhan mengatakan, penertiban bangli yang dijanjikan pemerintah daerah (pemda) melalui Satpol PP Kabupaten Cirebon hingga kini belum juga dieksekusi.
Baca Juga:Usulkan Upgrade Jaringan ke Fiber Optik di Kabupaten CirebonAston Cirebon Hadirkan Paket Pernikahan Impian
“Bangli ini masuk di tiga desa, yakni, Cirebon Girang, Kerandon, dan Sampiran. Jumlahnya puluhan. Yang di Desa Cirebon Girang saja ada 30 Bangli. Belum dua desa lainnya,” ujar pria yang akrab disapa Engking itu kepada Radar Cirebon, Senin (4/8).
Ketua RW 09 Desa Cirebon Girang, Dusun Arum Sari itu menjelaskan, keberadaan bangunan tersebut sangat merugikan warga.
Selain menyumbat saluran irigasi hingga air meluap ke jalan dan rumah-rumah warga, kerusakan infrastruktur pun tak terhindarkan.
“Salurannya tersumbat, air meluber kemana-mana. Rumah rusak, jalan pun ikut rusak. Ini sudah berlangsung cukup lama,” tegasnya.
Engking mengaku, pihaknya bersama sejumlah RW sudah melakukan audiensi dengan DPRD. Pertemuan itu bahkan menghadirkan instansi teknis, seperti Satpol PP dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR).
Saat itu, lanjutnya, Satpol PP menyatakan siap menertibkan bangli usai menyelesaikan penertiban di Kawasan Trusmi. Namun hingga kini, janji itu belum terealisasi.
“Sampai hari ini belum ada kabar. Kami kecewa, Pemda terkesan plin-plan. Padahal keberadaan bangunan liar ini jelas melanggar, bahkan katanya ada praktik jual-beli lapak yang dilakukan oleh oknum,” ungkapnya.
Baca Juga:Penertiban PKL di bantaran Sungai Sukalila Cirebon Masih Lama, Satpol PP Belum Terima Surat Resmi dari BBWSStok Blangko KTP di Kota Cirebon Aman
Ia menyebutkan, sejumlah bangunan liar disewakan dengan tarif bervariasi, mulai dari Rp3 juta hingga Rp4 juta per lapak berukuran 3×3 meter.
Namun siapa pihak yang menyewakan bangunan tersebut, tidak diketahui secara pasti.
“Yang pasti, itu bukan aset desa. Tapi ada oknum yang memperjualbelikan atas nama perangkat. Ini sangat meresahkan,” tegas Engking, didampingi Ketua RW 11 Desa Cirebon Girang, Yana Suryana.