RADARCIREBON.ID – Perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, ironi masih membayangi: para pahlawan tanpa tanda jasa harus berjuang hidup dengan upah jauh di bawah minimum.
Gaji tak sebanding dengan beban, tanggung jawab, bahkan risiko fisik yang dihadapi. Ada yang pernah dibayar semangkuk baksos. Ada juga yang hingga kini dibayar Rp180 ribu per bulan.
Cerita mengenai para guru honorer, salah satunya datang dari Susi Meifi. Ia seorang guru di SMP Harapan Kita (SMP Harkit), Jalan Lemahwungkuk, Nomor 139, Kota Cirebon. Perempuan 51 tahun, yang telah mengabdi sebagai guru sejak 2010. Perjalanan Susi sebagai pendidik dimulai dari mengajar di bangku Taman Kanak-kanak (TK).
Baca Juga:Ahli K3: Baiknya Kosongkan Gedung Setda Kota CirebonBupati Cirebon Belum Berencana Menaikkan Tarif PBB
Awalnya, ia sering berpindah-pindah sekolah dan bahkan tidak menerima upah sama sekali. “Kadang dibayar pakai bakso,” kenang Susi saat ditemui di SMP Harapan Kita.
Di salah satu RA di Kelurahan Kalijaga, Kota Cirebon, ia dijanjikan upah Rp150 ribu, tapi pembayaran seringkali tidak menentu. “Kadang pas gajian, dikasihnya sembako,” ujar Susi kepada Radar Cirebon.
Meskipun begitu, Susi tetap bertahan. Ia merasa ada panggilan jiwa untuk mengajar, yang membuatnya tak menganggap kondisi itu sebagai beban.
Bahkan, ketika mengajar di TK lain dengan upah yang tak pasti, ia rela menempuh jarak jauh dari kontrakannya. “Pihak sekolah terkadang cuma bilang, ‘Ayo, Ibu Susi, kita jajan aja ya,” ungkap Susi. Jajan itu sebagai pengganti gaji bulanan.
Ia terus menjalani profesi ini sambil mengandalkan pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengabdian tak terlupakan, juga terjadi saat ia mengajar di SD Perwari, Jalan Pamitran, selama delapan tahun.
Di sana, ia mengkhususkan diri menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Meskipun menghadapi tantangan yang luar biasa, pernah digigit oleh seorang murid ABK, Susi tak menyerah.
Ia merasa jatuh cinta pada dunia anak-anak, bahkan ketika mereka meludahi atau mencubitnya. “Tangan saya pernah digigit waktu mengajar. Dicubit, diludahi, itu sudah biasa,” cerita Susi.
Baca Juga:Pemkab Cirebon Ajukan Rp350 Miliar untuk Beresin Stadion WatubelahGedung Setda Harus Diperbaiki, Walikota Cirebon: Kita Lihat Kemampuan Kas Daerah
Ia tulus mendampingi anak-anak ini, bahkan ketika insentif pendamping yang dibayarkan setiap orang tua siswa ABK sebesar Rp100 ribu, justru dibagikan kepada guru lain yang tidak menangani ABK. “Tapi tidak apa-apa, saya ikhlas dan ridha,” ucapnya.