Di sekolah ini terdapat 12 guru dan 1 kepala sekolah. Jumlah siswa keseluruhan hanya 24 orang: kelas X satu siswa, kelas XI delapan siswa, sementara kelas XII ada 15 siswa yang kini sedang menjalani prakerin. Meski berat secara operasional, Ari menegaskan tidak ada pemotongan gaji guru.
“Alhamdulillah yayasan membantu untuk menutupi kebutuhan. Status bangunan memang masih kontrak. Target dua tahun lagi kami pindah ke lokasi baru yang lebih luas. Sekaligus membuka jurusan baru: Teknologi Informasi,” ucapnya.
Ari menambahkan, selama ini sosialisasi sudah dilakukan untuk menarik siswa mendaftar di SMK Cipto. Seperti, melalui program Jumat Berkah, berbagi makanan gratis kepada warga. “Harapannya, masyarakat lebih mengenal sekolah ini. Kendala lain memang jurusan Farmasi yang dianggap sulit, padahal 80 persen materinya justru hafalan,” jelasnya.
Baca Juga:Untuk Gedung Setda Kota Cirebon, Wakil Ketua DPRD Sebut KDM Janji Bantu Rp15 MiliarGaji Guru di Cirebon: Semangkuk Bakso dan Rp180 Ribu Per Bulan
Ketua Yayasan Grage Jaya Abadi, Dian Eka, menambahkan bahwa pihak yayasan tetap berkomitmen menjaga eksistensi SMK Cipto. Menurutnya, jika kelas X tidak dibuka, dampaknya justru akan mengurangi jam mengajar guru yang berimbas pada insentif sertifikasi.
“Meski hanya satu siswa, sekolah harus tetap jalan. Kami memikirkan juga nasib guru. Insya Allah, di lokasi baru nanti dengan jurusan tambahan, peminat akan bertambah. Kami juga akan gencarkan promosi, baik lewat baliho, iklan digital, maupun kerjasama dengan SMP,” ungkap Dian.
Meski belajar sendirian, Salwa tetap hadir setiap pagi dengan seragam rapi. Di kelas, ia menyimak setiap penjelasan guru tanpa terdistraksi hal lain. Ruangan yang luas terasa hampa, namun perhatiannya tak terpecah. Kehadirannya menjadi simbol keteguhan sekolah untuk tetap berdiri. (ade)