“Setidaknya hukum dan hukuman memastikan semua orang dimainkan dengan aturan yang sama,” tegas dia lagi.
Mira pun meminta untuk berhenti menyederhanakan masalah dengan analogi recehan. Korupsi itu sudah sistemik, institusional dan jelas-jelas dipelihara karena hukum yang lemah.
Jika regulasi dan pelaksananya benar-benar kuat, menurutnya tak ada tempat untuk orang berani melakukan korupsi.
Baca Juga:Kata KDM Soal Rekrutmen Dokter, Tidak Boleh Berdasarkan Ekonomi Orang TuaAkibat Gempa Bekasi, Kereta Api Berhenti Luar Biasa, KAI: Tidak Ada yang Anjlok
Sementara itu, Jean menyebut jika sistem itu tak mungkin bisa menjangkau sampai ke lapisan bawah. “Pejabat kan juga masyarakat cuma dia punya jabatan aja,” ungkap akun itu.
Dia menjelaskan, dalam hukum itu ada yang namanya asas Fiksi Hukum. Artinya, masyarakat dianggap tahu hukum dan pastinya masyarakat tahu konsekuensi korupsi.
“Tapi nyatanya? Mereka juga lakuin korupsi kecil-kecil karena kebiasaannya. Semuanya dari yang kecil, baru ke besar karena yang kecil dianggap tidak apa-apa,” ungkapnya.
Sementara akun Bebelelakyca menyebut jika tak harus termakan kata-kata pejabat, termasuk KDM. Dia mencoba menormalisasikan korupsi. Atau korupsi dianggap biasa karena dilakukan pejabat dan juga rakyat.
Kemudian akun Gold mengatakan pemberantasan korupsi itu bisa menjangkau sampai lapisan bawah. Syaratnya hukum harus tegas dan jelas. Aparatnya juga harus tangkas.
“Orang mau berbuat jahat itu yang pertama dipikirkan pasti konsekuensi, dan konsekuensi itu ada di sistem hukum,” pungkasnya.
Seperti diberitakan radarcirebon.id sebelumnya, KDM menyebut jika rakyat juga tukang korupsi. Kelakuan koruptif rakyat tersebut mirip yang dilakukan oleh para pejabatnya.
Baca Juga:KDM Minta Cari Dokumen Tata Ruang Zaman Kolonial, Sebut yang Sekarang KacauKDM Kena Tipu, Diprank Anak-anak 'Bau Kencur', Ternyata Gegara Ini
Hanya saja yang membedakan, menurutnya adalah tingkat kekuasaannya. Tapi baik rakyat maupun pejabat sama-sama buas dan serakah dalam urusan korupsi.
“Saya hidup dengan mereka. Jadi saya tahu karakter mereka (rakyat). Ketika dikasih lapak 1 mereka ambil 5,” jelas mantan Bupati Purwakarta ini.
KDM merinci lebih jauh praktik nepotisme kecil-kecilan terjadi di sekitarnya. “Gratis satu, lima, keponakannya dikasih, istrinya beda, suaminya beda dan anaknya semua,” ujar KDM. Bahkan, dia menceritakan pengalamannya saat memberikan fasilitas gratis untuk rakyat kecil yang justru disalahgunakan untuk keuntungan pribadi.