Mereka hanya menggunakan wilayah hutan yang memiliki kecukupan akan ketersediaan sumber pakan, air dan shelter.
Bila diasumsikan, seekor macan tutul memerlukan ruang habitat antara 600-800 hektar per ekor. Misalnya jika luasan SM Gunung Sawal sekitar 5.000 hektar, diperkirakan dapat menampung 6-8 ekor macan tutul.
Hasil analisis populasi menggunakan kamera jebak, menunjukkan kepadatan relatif (relative density) macan tutul jawa di SM Gunung Sawal. Yakni satu individu per 6,4 kilometer persegi.
Baca Juga:Alhamdulillah, Evakuasi Macan Tutul di Balai Desa Kutamandarakan Kuningan BerhasilKata KDM Soal Rekrutmen Dokter, Tidak Boleh Berdasarkan Ekonomi Orang Tua
Ini menunjukan, kepadatannya tidak berbeda jauh dengan kawasan hutan lain. Di Jawa Barat dan Banten, diperkirakan masih ada 100 ekor lebih macan tutul.
Secara matematis, habitat dengan luas kurang dari 1.000 hektar, diperkirakan sudah tidak dihuni lagi. Atau sudah tidak ada secara lokal.
Hal ini secara biologis menyulitkan untuk reproduksi. Jika daya tampung hanya 2 ekor dan keduanya memiliki jenis kelamin sama, sementara tidak memiliki kesempatan untuk mengakses populasi lain di sekitarnya, maka tidak akan dapat berkembang biak.
Meski begitu, selain penyemitan hutan, perburuan masih mebadi ancaman serius. Misalnya pernah terjadi pada Febuari 2018.
Seorang pemuda memamerkan hasil buruannya, seekor macan tutul ke beranda Facebook. Diketahui, perburuan itu berada di Garut Selatan.
Miris, sampai saat ini pelakunya belum ditangkap. Padahal penegakan hukum terhadap satwa dilindungi tertuang dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Daya Alam dan Ekosistemnya.
Diharapkan, hadirnya sanksi hukum dapat memperlambat macan tutul dari kepunahan.
Pada saatnya, kehadiran macan tutul di ekosistem akan dianggap penting. Bukan lagi sebuah ancaman. Kesadaran masyarakat diharapkan tumbuh untuk hidup berdampingan.