RADARCIREBON.ID- Wajah Perpustakaan Kota Cirebon berubah. Rak buku tetap ada. Tapi aktivitas di dalamnya kini jauh lebih hidup. Di ruang baca, ibu-ibu berlatih memasak dan merajut. Di pojok lain, sekelompok pemuda bercakap dalam bahasa Inggris.
Semua berlangsung di bawah program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang dijalankan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Cirebon.
Kepala Dispusip Kota Cirebon Gunawan menjelaskan konsep baru ini. Ia menyimpulkan: perpustakaan tak lagi sekadar tempat membaca. Melainkan pusat kegiatan literasi. Literasi diartikan lebih luas. Bukan hanya kemampuan membaca-menulis, tapi juga keterampilan mencipta barang dan jasa.
Baca Juga:Wabup Jigus Resmi Jadi Ketua KONI Kabupaten Cirebon, Targetkan Peringkat Ke-12 Tingkat Jawa BaratDilaporkan ke Polda Jabar, Hubungan Walikota Effendi Edo dan Wakil Walikota Siti Farida Rosmawati Retak?
Data survei menjadi pijakan. Berdasarkan kajian Perpusnas, minat baca masyarakat Cirebon berada di angka 71 poin. Posisi itu menempatkan Cirebon di tengah-tengah Jawa Barat. Namun Gunawan mengakui metode survei itu subjektif. Responden hanya ditanya berapa jam membaca setiap hari. “Itu agak bias,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).
Karena itu Dispusip mendorong cara ukur lebih objektif. Bukan wawancara. Melainkan lewat data kunjungan perpustakaan yang tercatat otomatis di aplikasi. Setiap orang yang masuk dan keluar akan terekam durasi serta aktivitasnya.
Meski angka minat baca berada di level menengah, Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Kota Cirebon justru tertinggi di Jawa Barat. Dua tahun berturut-turut (2023–2024), kota ini peringkat pertama. IPLM menilai tujuh indikator.
Mulai dari jumlah perpustakaan, tenaga pustakawan, koleksi buku, hingga partisipasi masyarakat dalam sosialisasi literasi. Semua dibagi dengan jumlah penduduk Cirebon yang sekitar 300 ribu jiwa.
Namun tantangan tetap besar. Gunawan mengingatkan tren global: kunjungan fisik ke perpustakaan turun. Teknologi informasi mengubah perilaku baca. Google lebih praktis. Banyak toko buku beralih fungsi. Kondisi ini juga terjadi di Cirebon.
Untuk itu, perpustakaan dituntut berubah. Dispusip merancang kegiatan yang menarik dan relevan. Di Perpustakaan 400 Kota Cirebon, misalnya, masyarakat bisa mengikuti kelas percakapan gratis bahasa asing. Bahasa Inggris rutin digelar dua kali sebulan, Sabtu Minggu minggu pertama dan ketiga, pukul 09.00–11.00. Bahasa Arab dan Perancis juga tersedia.