RADARCIREBON.ID – Pembangunan infrastruktur di Kota Cirebon terus berkembang pesat.
Hotel, rumah makan, hingga perumahan baru bermunculan. Namun, di tengah pesatnya pembangunan, Lahan Sawah Dilindungi (LSD) masih tersisa meski jumlahnya semakin menyusut setiap tahun.
Data Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKPPP) Kota Cirebon mencatat, luas LSD saat ini hanya 93 hektare, menurun dibanding tahun 2024 yang masih mencapai 100 hektare.
Baca Juga:Gandeng Istri Walikota Cirebon, Jadikan Kejaksan Tujuan EduwisataSeminar Pengembangan SDM Berbasis Potensi Daerah di Untag 1945 Cirebon
“Memang setiap tahun berkurang, karena sebagian besar lahan milik pengembang, sementara warga Kota Cirebon hanya sebagai penggarap,” ujar Kepala DKPPP Kota Cirebon, Elmi Masruroh, kepada Radar Cirebon.
Sejumlah sawah produktif sudah beralih fungsi menjadi perumahan, terutama di wilayah Pegambiran, Kecapi, dan sekitarnya.
“Di Mejasem misalnya, dulu sawah, tapi dalam beberapa tahun berubah jadi perumahan. Namun, di Kesambi tidak termasuk LSD, karena peruntukannya untuk perdagangan, jasa, dan perumahan. LSD terbanyak ada di Argasunya,” jelasnya.
Di wilayah Argasunya, terdapat lahan LSD milik Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon yang sengaja dibeli untuk kepentingan pertanian. Salah satunya di Sumur Wuni seluas 2,6 hektare, yang saat ini ditanami cabai sebagai upaya pengendalian inflasi.
Elmi menegaskan, pengusaha yang ingin mengalihfungsikan LSD menjadi perumahan atau pabrik akan menghadapi kesulitan. “Mereka harus mengajukan izin langsung ke Kementerian ATR/BPN dengan pertimbangan yang sangat ketat,” tandasnya. (cep)