Keracunan MBG di Bandung Barat membuat Ortu Siswa di Cirebon Cemas

Siswa keracunan MBG
KEJADIAN LUAR BIASA: Korban keracunan MBG saat mendapat perawatan medis di Kantor Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, Rabu (24/9/2029). Pemerintah memastikan evaluasi dan menghentikan sementara operasional SPPG atau dapur MBG di wilayah Cipongkor dan Cihampelas. Foto: Suwitno-Jabar Ekspres
0 Komentar

RADARCIREBON.ID- Pemandangan dramatis terjadi di beberapa fasilitas kesehatan di Bandung Barat. Anak-anak bergantian masuk IGD dengan keluhan mual, muntah, dan pusing. Ambulans lalu lalang sejak pagi hingga malam. Orang tua berdesakan mencari informasi.

Peristiwa keracunan menu MBG yang menimpa lebih dari 1.000 siswa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu pun turut membuat para orang tua siswa di Cirebon cemas atau waswas. Memang, di Cirebon, cerita berbeda. Belum ada kasus serupa.

Namun rasa waswas mulai tumbuh. Orang tua yang anaknya sebagai penerima manfaat MBG, mulai cemas. Mereka membayangkan skenario terburuk seperti di Bandung Barat. Orang tua mendesak agar pengawasan makanan diperketat.

Baca Juga:TPA Kopiluhur Tinggalkan Open Dumping, Terapkan Control LandfillWarga Cirebon Resah Temukan Dugaan Beras Oplosan di Minimarket

Sejumlah wali murid yang ditemui Radar Cirebon mengungkapkan kekhawatirannya. Mereka berharap sekolah ikut mengawasi kualitas makanan yang dibagikan. Bagi mereka, distribusi makanan dari dapur di luar sekolah terasa riskan. “Kalau sudah sampai ke sekolah kita tidak tahu lagi kondisinya,” ungkap salah satu orang tua, Yuliana, kepada Radar Cirebon, Kamis (25/9/2025).

“Sebenarnya kalau dapur di sekolah (akan) lebih terkontrol, higienis dan makanan lebih segar tidak mudah basi. Ya semoga ada evaluasi belajar dari kejadian di Bandung. Kita bersyukur ada program ini, tapi jangan sampai anak-anak jadi korban,” ucap Ridho, wali murid lainnya.

Terpisah, akademisi pendidikan sekaligus Ketua Dewan Pendidikan (DP) Kota Cirebon, Hediyana Yusuf, juga menyoroti titik lemah ini. Ia mengingatkan bahwa MBG adalah program nasional. Meski Cirebon relatif aman, evaluasi tetap penting. Ia menekankan perlunya keterlibatan guru, kepala sekolah, dan pengawasan yang lebih dekat.

Hediyana menilai dapur MBG seharusnya berada di sekolah. Bukan di luar. Dengan dapur di sekolah, guru dan kepala sekolah bisa ikut mengawasi. Kualitas bahan pangan mudah dipantau. Proses memasak lebih singkat. Makanan langsung dihidangkan saat jam makan. Risiko basi, kontaminasi, atau bau menyengat bisa ditekan.

Menurutnya, pola dapur sekolah justru realistis. Ia mencontohkan: satu sekolah rata-rata memiliki 300 siswa atau lebih. Satu dapur sekolah jauh lebih ringan ketimbang satu dapur melayani ribuan siswa dari banyak sekolah.

0 Komentar