Tetapi ia menjalaninya setelah banyak siswa yang parkir di atas trotoar, halaman masjid, dan beberapa lahan kosong lainnya.
Melihat parkir tidak tertata, rawan pencurian, dan tidak terurus, pihaknya kemudian berinisiatif dan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk menjaga motor-motor tersebut agar aman dan tidak terjadi pencurian.
Yang lebih penting, agar parkir lebih tertib dan tidak mengganggu pengguna jalan.
Baca Juga:Diskusi di Radar Cirebon, Kaesang Sebut PSI Masih Harus Kerja Keras di JabarDamkar Turun Tangan, Bocah 8 Tahun Terjebak di Mobil Selama 90 Menit
“Katanya kalau mau, ada di situ, daripada nanti ada kehilangan atau gimana-gimana gitu. Kan parkiran gak ada yang urus. Jadi saya atur, yang penting katanya sementara ini buat pejalan kaki ada,” kata Diding kepada Radar Cirebon.
Diding juga tidak mematok harga parkir untuk anak sekolah. Justru, ia menerima seikhlasnya jika ada yang memberikan uang parkir.
“Ada yang ngasih Rp1.000, ada yang ngasih Rp2.000, nggak tentu. Saya sih seikhlasnya pelajar. Saya jagain dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore,” terangnya.
Ya, begitulah nasib sejumlah aturan bagi kalangan pendidikan era Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM). Dulu tegas. Sekarang tumpul.
Jam malam bagi pelajar pernah bikin geger. Pihak kepolisian sampai turun ke jalan. Bersama Forkopimda.
Gelar razia tiap malam. Siswa yang nongkrong lewat jam sembilan digiring pulang. Kawasan Stadion Bima jadi langganan patroli. Kini? Tak terdengar lagi patroli.
Program barak militer juga tak terdengar lagi. Dulu disebut ajang pembentukan disiplin. Sekarang dikritik: tak relevan, tak efektif, melanggar hak anak.
Baca Juga:BLT Tambahan Cair Hari Ini, Tepat 1 Tahun Prabowo-Girban, Termasuk Program Magang NasionalBKPSDM Kabupaten Cirebon Verifikasi Perpanjangan Kontrak PPPK Generasi Pertama
Nasib sama menimpa aturan larangan bawa motor bagi siswa tanpa SIM. Gagasan bagus. Tapi praktiknya berantakan.
Lebih dari seribu siswa di sekolah negeri. Jauh lebih banyak yang belum punya SIM -patokan usia pelajar yang belum cukup.
Motor mereka tetap memadati pinggir jalan. Trotoar berubah jadi parkiran. Warga sekitar ikut memungut retribusi. Aturan ketertiban malah menciptakan kekacauan baru di luar pagar sekolah.
Program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) pun belum menampakkan hasil. Kelas penuh sesak.
Satu ruang diisi 50 siswa. Panas. Bising. Guru sampai kewalahan. Beberapa siswa sampai bawa kipas kecil dari rumah.
