Sekolah Sudah Kembalikan Ijazah Siswa Sesuai Instruksi KDM, tapi Tak Kunjung Terima Bayaran

Sekolah Sudah Kembalikan Ijazah Siswa Sesuai Instruksi KDM, tapi Tak Kunjung Terima Bayaran
Tidak ada anggaran khusus untuk membayar sekolah yang telanjur menyerahkan ijazah siswa. Kalau pun ada anggaran yang mengucur ke sekolah, bukan program khusus penebusan ijazah.
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Program penebusan ijazah yang digembar-gemborkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) pada awal memimpin, ternyata nol. Tidak ada anggaran khusus untuk membayar sekolah yang telanjur menyerahkan ijazah siswa. Kalau pun ada anggaran yang mengucur ke sekolah, bukan program khusus penebusan ijazah, tapi dari Program Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) yang sebelum-sebelumnya sudah ada. BPMU ini bahkan sudah ada sejak Gubernur Ahmad Heryawan atau Aher. BPMU pun fungsinya berbeda; untuk honor guru dan tenaga kependidikan nonsertifikasi.

Ya, perintah KDM kala awal memimpin agar sekolah tak menahan ijazah siswa yang masih punya tunggakan, berbuntut panjang. Terutama sekolah swasta, kebijakan tersebut dianggap menyesakkan. Apalagi instruksi gubernur datang cepat. Tanpa banyak dialog. Langsung diteruskan ke seluruh sekolah-sekolah oleh Dinas Pendidikan. Perintahnya: ijazah tidak boleh ditahan, apa pun alasannya.

Sekolah negeri sih tenang. Anggaran mereka dijamin. Gaji guru dibayar negara. Sarana lengkap. Tapi sekolah swasta? Jelas panik. Karena di dunia mereka, iuran orang tua adalah sumber hidup. Dari iuran itulah guru digaji, listrik dibayar, kegiatan belajar dijalankan. Ketika iuran macet, semua lumpuh.

Baca Juga:Kejari Serahkan Rp3,5 M ke Bank Cirebon, Hasil Penyelamatan Kasus Kredit MacetWalikota: DPRD Tim Uji Kepatutan dan Kelayakan

Kepala SMA Islam Al Azhar 5 Cirebon, Nur Wahyudin, tak menolak kebijakan gubernur. Tapi ia menyesalkan cara berpikir yang terlalu sempit. “Jangan kasus per kasus,” ujarnya kepada Radar Cirebon di sekolah setempat, Jumat (24/10/2025).

Menurutnya, kebijakan semacam ini lahir dari simpati yang terbatas, melihat satu dua kasus siswa miskin, lalu digeneralisasi ke seluruh sekolah. Padahal, dunia pendidikan swasta jauh lebih kompleks. “Sekolah swasta berdiri di atas kesepakatan dengan orang tua,” kata Nur Wahyudin.

Para orang tua tahu biaya. Tahu konsekuensi. Menandatangani perjanjian di awal. “Jadi bukan kami menahan hak anak. Kami hanya menegakkan kesepakatan,” imbuh dia.

Nur menegaskan, ijazah asli memang masih di sekolah, tapi salinannya sudah dilegalisir dan diberikan kepada siswa agar bisa melanjutkan kuliah atau bekerja. Tidak ada yang dihalangi.

Semua tetap bisa melanjutkan pendidikan. ”Yang kami tahan bukan masa depan mereka. Tapi rasa tanggung jawab orang tua,” tukasnya.

0 Komentar