RADARCIREBON.ID – Ini babak baru dalam penerapan hukum pidana di Jawa Barat. Para kepala daerah, baik bupati dan walikota, menandatangani Nota Kesepahaman bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Nota kesepahaman itu berlangsung di Gedung Swatantra Wibawa Mukti, Kabupaten Bekasi, Selasa, 4 November 2025 lalu.
Nota kesepahaman itu berisi tentang penerapan pidana kerja sosial yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026. Hal tersebut seperti diatur dalam KUHP baru.
Baca Juga:Harga Emas Naik Luar Biasa, Sinyal Menuju Krisis Global, Apa yang Harus Dilakukan?Kecelakaan Truk di Plangon, Pengemudi Luka-luka
Salah satu yang siap menerapkan aturan itu adalah Kota Cirebon. Semangat penerapan aturan itu untuk membangun rasa keadilan yang lebih manusiawi di Kota Wali ini.
Lalu, bagaimana dan untuk siapa pidana kerja sosial tersebut diberlakukan? Untuk menjawab pertanyaan itu, ada artikel yang sangat menarik, yang bisa menjadi referensi.
Artikel yang ditulis tahun 2025 ini berjudul: “Pidana Kerja Sosial, Apakah Sebuah Solusi Overcrowding Penjara?” Ditulis oleh Yosua Lamsar.
Dijelaskanya, pemidanaan merupakan suatu sanksi yang diberikan lembaga yang berwenang terhadap seorang. Tentu bagi yang telah terbukti melakukan tindak pidana secara sah dan meyakinkan.
Pemidanaan atau biasa disebut sebagai hukuman pidana, katanya, diberikan kepada terdakwa. Setelah yang bersangkutan menerima putusan pengadilan.
Putusan pengadilan itu berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah. Setelah itu timbul keyakinan hakim sesuai pada Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
Di dalam KUHP yang masih berlaku saat ini, jelas dia, mengenal adanya pidana pokok. Yakni pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan sesuai dalam pasal 10 KUHP.
Baca Juga:Anggota Dewan Kota Cirebon Subagja Investigasi Parkir di Jl Pasuketan, Temukan KejanggalanKDM Rotasi Kepala Sekolah, Termasuk 54 Kepsek di Cirebon – Kuningan
Menurut data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) per 01 Agutus 2024, jumlah kapasitas lapas dan rutan di Indonesia adalah 142.811 orang. Tetapi, pada kenyataannya lapas dan rutan diisi oleh 273.521 orang.
Dengan data tersebut, tandas Yosua, berarti terjadi overcrowding lapas dan tahanan di Indonesia mencapai 91 persen. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah mengambil tindakan dengan membuat aturan pemidanaan baru.
Aturan yang dimaksud Yosua adalah pidana kerja sosial. Tentu tujuan utamanya untuk mengurangi jumlah penghuni lapas di Indonesia.
