Ia mencontohkan, jurusan otomotif yang selama ini berfokus pada kendaraan berbahan bakar minyak perlu dikembangkan menjadi jurusan otomotif berbasis teknologi listrik. “Kita harus dorong pendidikan kejuruan melakukan penyesuaian teknologi. BYD sedang membangun pabrik mobil listrik di Subang. SMK harus menyesuaikan dengan menghadirkan jurusan teknologi otomotif listrik. Kebutuhan ke depan sangat besar,” tandas George.
TAK SEBANDING KESEJAHTERAAN BURUH
Terpisah, Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya Mochamad Machbub menilai pertumbuhan industri di Jawa Barat tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan buruh. Meski dikenal sebagai daerah dengan aktivitas industri terbesar di Indonesia, Jawa Barat justru masih mencatat angka pengangguran tertinggi secara nasional.
Ia menilai, kondisi tersebut menunjukkan gagalnya pemerintah dalam menuntaskan masalah pengangguran dan ketenagakerjaan. Menurutnya, kebijakan upah yang stagnan dan sistem kerja kontrak berkepanjangan membuat daya beli buruh terus menurun.
Baca Juga:Petani asal Jemaras Lor Ikut Diperiksa KPK sampai Tak Bisa Tidur, Terkait SatoriKemenag RI Tetapkan Kabupaten Cirebon sebagai Kota Wakaf
“Upah minimum tidak sebanding dengan kebutuhan hidup layak. Banyak pekerja tidak memiliki kepastian status dan perusahaan semakin mudah melakukan PHK. Ini berat bagi kami,” kata Machbub kepada Radar Cirebon, Jumat (7/11/2025).
Machbub juga menyoroti masih berlakunya PP Nomor 34, 35, 36 dan 37 yang menjadi turunan dari UU Cipta Kerja. Menurutnya, meskipun undang-undang tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), namun aturan yang digunakan adalah PP tersebut. Ia menilai, PP tersebut masih memperlemah posisi pekerja karena membuka ruang praktik kontrak dan pemagangan tanpa batas waktu.
“Dengan PP itu, kami seperti terjerat. Upah tidak naik, kontrak seumur hidup dan pesangon malah turun. Ketidakpastian ini membuat posisi buruh menjadi semakin rentan karena perusahaan bisa bertindak semena-mena,” kata Machbub.
Selain upah dan status kerja, FSPMI juga menyoroti aspek jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Menurutnya, masih banyak pekerja di sektor industri yang belum sepenuhnya terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, padahal risiko kecelakaan di pabrik cukup tinggi.
FSPMI Cirebon Raya sendiri menuntut kenaikan upah 8-10 persen sebagai langkah konkret memperbaiki daya beli buruh. Machbub berharap, pemerintah segera menyusun undang-undang baru pengganti UU Cipta Kerja yang lebih berpihak pada pekerja dan memberikan kepastian hukum. “Harapan kami, industri di Jawa Barat tidak hanya tumbuh dari sisi investasi, tapi juga mampu menyejahterakan para buruh,” imbuhnya. (son/dam/zar/abd/awr)
