Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang, menyoroti dampak sosial dan kesehatan di sekitar PLTU.
Sebelum FGD, pihaknya telah melakukan pendataan lapangan dan menemukan sejumlah masalah.
“Kami mendapat laporan adanya penurunan mata pencaharian, gangguan kesehatan, dan pelayanan medis yang belum memadai. Selain itu, masyarakat juga mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait rencana pensiun dini ini,” ungkapnya.
Baca Juga:FISIP UGJ Luncurkan Program Transformasi Digital “Desa Melesat” Pahlawan Jadi Teladan Perjuangan Bangsa
Ia meminta pemerintah memastikan keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan agar prinsip transparansi dan keadilan dapat terwujud.
Dari sisi pemerintah daerah, Arie Skripsianti, Pengawas Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon, menjelaskan bahwa pertumbuhan industri memang berpengaruh terhadap kualitas lingkungan.
Berdasarkan data, indeks lingkungan berada pada kategori sedang (54,55 persen), indeks air 45,93 persen (kurang), dan indeks udara 76 persen (cukup baik).
“Meski PLTU menjadi kewenangan pemerintah pusat, Pemkab Cirebon tetap melakukan pengawasan, terutama dalam pengelolaan limbah dan kualitas air serta udara,” ujarnya.
Arie menambahkan, rencana pensiun dini juga menimbulkan sejumlah kekhawatiran, seperti potensi PHK hingga pemanfaatan lahan bekas PLTU di masa depan.
“Perlu dipikirkan bagaimana adaptasi masyarakat setelah PLTU berhenti beroperasi, apakah lahan akan dimanfaatkan untuk garam, energi terbarukan, atau kegiatan lain,” katanya.
DLH terus mendorong Cirebon Power untuk melakukan pemantauan dan penanganan berkelanjutan atas dampak lingkungan maupun sosial yang muncul dari operasional PLTU. (cep)
